Presiden Joko Widodo meminta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dibatalkan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, pemberitaan media masa dan media sosial diramaikan akan kenaikan bahan bakar premium mengikuti kenaikan BBM non subsidi. Namun, dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo karena pikirkan rakyat kecil.
"Atas perintah dan arahan bapak presiden, premium batal naik, " kata Agung, Rabu (10/10).
Awalnya harga premium diberitakan akan naik 7%. Namun, atas perintah Presiden Jokowi harga Premium tetap, yaitu Rp6.550 per liter.
Presiden Jokowi lebih memikirkan nasib para rakyat kecil, antara lain para nelayan, pedagang kecil, petani dan penduduk berpenghasilan rendah lain yang masih menggunakan premium.
Di saat keadaan ekonomi global juga tidak menentu, menaikkan harga premium saat ini bukan saat yang tepat.
Beberapa berkomentar di media sosial juga positif dan menyatakan berterima kasih kepada Jokowi, karena mereka sadar harga minyak dunia yang naik.
Kenaikan harga minyak dunia ini menyebabkan Pertamina menaikkan harga Pertamax per hari ini naik menjadi Rp10.400 per liter dari sebelumnya Rp9.500, Pertamax Turbo naik menjadi Rp12.250 per liter dari sebelumnya Rp10.700 dan Pertamina Dex naik menjadi Rp11.850 dari sebelumnya Rp10.500.
Dalam hukum ekonomi, BBM yang bahan baku utamanya minyak mentah memang harus naik harganya jika harga minyak mentah dunia naik.
Harga minyak mentah dunia sudah naik lebih dari dua kali lipat atau 200% sejak 2016 berkisar US$32 per barel dan saat ini melambung di kisaran US$80 per barel.
Elektabilitas
Sementara itu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengingatkan terkait kisruh kenaikan BBM Premium harus hati-hati. Sebab, kekacauan itu bisa mempengaruhi elektabilitas Jokowi.
"Dampak langsung mungkin tidak, tapi kalau sering miss komunikasi antar pejabat pemerintah dan itu banyak diingat masyarakat, bisa jadi mempengaruhi," kata Hendri.
Hendri juga mengatakan agar pemerintah berhati-hati dalam memutuskan persoalan kebijakan besar, khususnya BBM. Sebab Hendri menilai kabinet Presiden Joko Widodo kerap berbeda pendapat dalam memutuskan kebijakan.
"BBM ini hal penting, pengaruhnya besar, ya, jangan lagi lah miss komunikasi, ini sudah sering," tuturnya. (Ant).