close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Penjelasan BPS soal harga beras mahal saat produksi melimpah. Dokumentasi Pemprov Banten
icon caption
Penjelasan BPS soal harga beras mahal saat produksi melimpah. Dokumentasi Pemprov Banten
Bisnis
Jumat, 03 Maret 2023 21:15

Pengamat jelaskan alasan penyerapan beras petani oleh Bulog merosot

Instrumen pengendali harga beras bernama KPSH dan SPSH bikin kemampuan Bulog menyerap beras petani jadi merosot.
swipe

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menjelaskan kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) belum bisa menjadi outlet andalan penyaluran beras Bulog. Beleid yang dimulai pada 2018 dan diharapkan menjadi outlet penyaluran beras baru pengganti program Raskin/Rastra yang hilang itu belum sepenuhnya efektif. 

KPSH dengan instrumen utama operasi pasar, urai Khudori, juga terlihat tidak efektif mengendalikan harga beras. Ketika harga beras mulai naik Juli 2022, Bulog menyuntik beras operasi pasar besar-besaran. Terhitung rentang Agustus-Desember lebih 1 juta ton beras diguyur ke pasar. Akan tetapi, urai Khudori, belum ada tanda-tanda harga beras turun. 

Tahun ini, oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) KPSH diubah menjadi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Instrumen utamanya tetap sama, yaitu operasi pasar umum. Menurut Khudori, kedua program yang mirip itu implementasinya bergantung situasi pasar. Besar-kecilnya volume operasi pasar, juga afektivitasnya, tergantung situasi. 

Ketika KPSH dan SPHP dijadikan outlet utama penyaluran beras Bulog, kata Khudori, volume penyaluran amat tergantung kondisi pasar. Berbeda ketika masih ada program Raskin atau Rastra. Saat itu, jelas Khudori, penyaluran beras Bulog di hilir cukup besar, rata-rata mencapai lebih 3 juta ton per tahun. 

“Ketika masih ada Raskin/Rastra, kebijakan perberasan terintegrasi hulu, tengah, hilir. Di hulu Bulog wajib menyerap gabah/beras petani sebesar outlet untuk Raskin/Rastra. Rentang 2014-2016 sekitar 2,919 juta ton beras dari penyaluran 3,3 juta ton per tahun berasal dari Raskin/Rastra. Ini sangat besar. Outlet ini hilang ketika Raskin/Rastra diubah jadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT),” ujar Khudori di Alinea Forum bertajuk "Efektivitas SPHP Sebagai Stabilisator Pasokan dan Harga", Jumat (3/3).

Seiring hilangnya outlet penyaluran di hilir, jelas Khudori, penyaluran beras Bulog di hilir menurun drastis: dari 3,3 juta ton tinggal 1,4 juta ton atau tinggal 43%. Penurunan penyaluran ini diikuti pula oleh penurunan penyerapan beras Bulog di hulu: dari rerata 2,164 juta ton menjadi hanya 0,811 juta ton per tahun.

“Ada penurunan drastis penyaluran beras seiring hilangnya outlet penyaluran. Penurunan itu diikuti penurunan drastis pula pada penyerapan beras petani oleh Bulog. KPSH dan SPHP dengan instrumen utama operasi pasar dalam pelaksanaanya, berapa besar beras yang disalurkan dan berapa volume yang bisa disuntikkan ke pasar, tergantung situasi pasar,” tutur Khudori.

Menurut Khudori, karena sifatnya yang kondisional itu operasi pasar tidak pernah direncanakan atau ditargetkan jumlah berasnya. Jika hal itu dilakukan, kata Khudori, selain menyalahi konsep stabilisasi juga akan merusak mekanisme pasar.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan