Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi buka-bukaan mengenai inflasi volatile food sepanjang tahun 2021. Menurutnya, angka inflasi volatile food dipengaruhi oleh pergerakan harga pangan tahun lalu.
Inflasi volatile food dipengaruhi oleh komoditas telur, daging ayam, dan minyak goreng yang harganya naik signifikan. Selain itu, cabai rawit merah dan daging sapi juga mengalami kenaikan.
"Dari harga-harga tersebut, cabai merah rawit sudah turun di bawah Rp75.000, sudah turun signifikan dari akhir tahun lalu," ujarnya dalam Outlook Perdagangan 2022 di akun YouTube Kementerian Perdagangan, Selasa (18/1).
Selain cabai, menurutnya telur juga sudah turun di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP) di kisaran Rp19.000 hingga Rp20.000. Para petani juga sudah sedikit mengambil keuntungan dari kenaikan harga ini.
"Jadi mereka cuman mencoba mencari keuntungan sedikit," tuturnya.
Lutfi mengaku di penghujung tahun 2021 banyak komplain yang masuk akibat volatile food ini. Kendati demikian, menurutya, inflasi volatile food di tahun 2021 secara year on year (yoy) mencapai sebesar 3,2%. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya 2018, 2019, dan 2020.
"Inflasi indeks harga konsumen (IHK) tahun 2021 yang sebesar 1,87%. Inflasi IHK disumbang inflasi inti 1,04%, volatile food 0,52%, dan administered price adalah 0,30%," jelasnya.
Menurutnya, tren kenaikan harga sejak tahun 2018-2020 biasanya terjadi dua kali. Yakni pada perayaan lebaran dan pada perayaan natal dan tahun baru (Nataru).
"Biasanya kejadian naik di lebaran, turun, naik lagi di Nataru. Nah di 2021 ini kenaikan harga terjadi, tapi kalau dilihat dari inflasi enggak ada kenaikan sama sekali dan ini adalah mungkin karena dari sisi permintaan belum pulih," paparnya.
Faktor lain, dia memprediksi, disebabkan karena pasokan pangan juga cukup, sehingga tidak terjadi pertumbuhan inflasi volatile food yang berarti.