close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi nilai tukar Rupiah./ Pixabay
icon caption
Ilustrasi nilai tukar Rupiah./ Pixabay
Bisnis
Minggu, 17 Juni 2018 07:32

Ini langkah Darmin menstabilkan nilai tukar rupiah

Salah satu langkah yang ditempuh dengan membuat neraca perdagangan RI kembali positif.
swipe

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, salah satu pekerjaan rumah setelah Lebaran 2018, yakni menstabilkan nilai tukar rupiah. Salah satu langkah yang ditempuh dengan membuat neraca perdagangan RI kembali positif. Pasalnya, sudah dua hingga tiga bulan terakhir, neraca perdagangan jatuh defisit.

“Kondisi defisit ini ikut memengaruhi tekanan terhadap rupiah. Akan tetapi, koordinasi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuat pasar kini lebih percaya,” ujarnya di Rumah Dinas Jalan Widya Chandra IV, Jakarta, Sabtu (16/6).

Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan RI, Darmin menjelaskan sejumlah langkah telah disiapkan. Salah satunya, yakni dengan menghidupkan investasi yang berorientasi pada peningkatan volume ekspor.

"Sebagai contoh, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan permasalahan bea masuk yang tinggi untuk produk kelapa sawit kepada Perdana Menteri India Narendra Modi. Akibatnya, ekspor Indonesia ke negara itu menjadi lebih tergerus," ujar Darmin.

Selain ekspor, sambung Darmin, Presiden telah mengundang investor dari India terutama di bidang bahan baku obat. Hal itu sebagai solusi untuk industri farmasi di dalam negeri yang masih impor dari negara lain. Menurutnya, industri farmasi sudah berkembang, sehingga semestinya bahan baku bisa diproduksi sendiri secara mandiri.

"Untuk menarik investasi di sisi hulu farmasi, pemerintah telah memberikan insentif berupa tax holiday untuk industri petrokimia serta kimia dasar. Kebijakan itu juga bertujuan mengurangi arus bahan baku impor yang masuk," jelasnya.

Darmin menambahkan, pemberian insentif tax holiday juga diberikan untuk industri besi dan baja. Kebijakan itu digulirkan, mengingat masih tingginya kebutuhan impor komoditas tersebut. “Karena impornya banyak, perlu investasi di sisi hulu, sehingga tidak membuat impor terlalu besar," pungkasnya.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan