Emiten tambang logam di bawah naungan MIND ID, PT Timah Tbk. (TINS), menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi pelemahan harga komoditas.
Direktur Keuangan dan Manajemen TINS Fina Eliani menyebutkan, harga global timah pada semester II-2022 cenderung mengalami penurunan. Sejauh ini, harga rata-rata di semester II-2022 telah turun sampai 50% dibandingkan dengan semester I-2022.
“Volatilitas ini merupakan risiko perusahaan tambang, tidak terkecuali timah. Kami sudah berupaya secara maksimal menghadapi risiko ini, salah satunya dengan melakukan hedging harga jual logam, terutama untuk kontrak jangka panjang,” kata Fina dalam Public Expose Live 2022 secara virtual, Rabu (14/9).
Meski demikian, perseroan tetap menargetkan pertumbuhan kinerja sepanjang 2022 setelah menikmati tingginya harga komoditas logam pada semester I-2022.
Dari segi operasional, TINS akan menggenjot produksi sehingga harga pokok bisa ditekan di paruh kedua 2022. Produksi TINS pada semester I-2022 tercatat mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, kinerja keuangan tetap tumbuh karena ditopang oleh harga komoditas global yang tinggi.
Produksi bijih timah TINS pada enam bulan pertama tahun ini tercatat turun sebesar 14% menjadi 9.901 ton, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 11.457 ton.
Secara rinci, 39% atau sebanyak 3.829 ton dari produksi bijih timah tersebut berasal dari penambangan darat, sedangkan sisa 61% atau 6.072 ton dari penambangan laut.
Produksi logam timah di paruh pertama tahun ini juga turun 26% menjadi 8.805 ton dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 11.915 ton. Hal ini menyebabkan penjualan logam timah turun 21% menjadi 9.942 ton dibanding enam bulan pertama 2021 sejumlah 12.523 ton.
“Proyeksi sampai akhir tahun, sebagaimana diketahui harga jual mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun, kami akan tetap mempertahankan kinerja untuk terus bertumbuh. Selain efisiensi dan meningkatkan produksi, kontribusi anak usaha akan naik dibanding dengan tahun lalu,” ujar Fina.
Sedangkan Sekretaris Perusahaan TINS Abdullah Umar mengatakan, prospek kinerja ke depan terlihat cukup cerah seiring dengan selisih pasokan dan permintaan timah dunia yang tidak seimbang. Data memperlihatkan volume konsumsi timah global setiap tahunnya berkisar dari 3-10% lebih tinggi dari volume produksi.
“Dalam tujuh tahun terakhir, ada gap antara produksi dan konsumsi timah dunia. Konsumsi cenderung lebih tinggi 3-10%, fundamental harga cukup kuat dengan demand yang masih tinggi. Ini akan memengaruhi proyeksi ke depan,” tuturnya.