Guna menstabilkan nilai tukar rupiah serta meningkatkan likuiditas dan efisiensi di pasar valuta asing, Bank Indonesia (BI) memutuskan menerapkan aturan mengenai transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
DNDF merupakan instrumen valas derivatif yang diperdagangkan over the counter. Kontrak forward valas pada dasarnya adalah kewajiban untuk membeli atau menjual sejumlah mata uang pada suatu waktu tertentu di masa mendatang, dengan tingkat harga yang telah ditentukan dalam kontrak.
Transaksi DNDF merupakan alternatif instrumen yang memungkinkan bank dengan nasabah atau pihak lain untuk melakukan transaksi lindung nilai (hedging) atas risiko nilai tukar
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan transaksi DNDF akan mendukung upaya stabilitas nilai tukar rupiah melalui penyediaan alternatif instrumen hedging dari yang ada saat ini.
"Instrumen ini juga mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan, meningkatkan keyakinan bagi eksportir, importir, serta investor dalam melakukan kegiatan ekonomi dan investasi terhadap risiko nilai tukar rupiah," ungkap Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis (29/9).
Meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi global yang terjadi saat ini membuat arus modal keluar deras dari negara-negara berkembang (emerging market). Akibatnya, nilai tukar berfluktuasi, tidak terkecuali rupiah.
Apalagi, opsi yang selama ini banyak dilakukan adalah melakukan lindung nilai di pasar NDF di luar negeri. Hal ini disebut menambah pengaruh negatif terhadap harga spot dolar AS dan rupiah di pasar domestik.
Namun, untuk menggunakan instrumen hedging ini, BI mengatur beberapa ketentuan. Pertama, transaksi DNDF wajib dilakukan oleh mereka yang memiliki underlying, seperti perdagangan barang/jasa, investasi, pinjaman dalam bentuk valas, kredit modal kerja.
Kedua, nominal yang ditransaksikan tidak lebih besar dari jumlah underlying-nya. Ketiga, jangka waktu transaksi DNDF tidak lebih lama dari jangka waktu underlying.
Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah menjelaskan, tidak semua orang bisa memanfaatkan instrumen ini. "Hanya mereka yang punya underlying, seperti eksportir, importir, dan investor," pungkas Nanang.