Presiden Jokowi mengungkapkan, pemerintah bakal membahas kebijakan terkait insentif kepada industri properti untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan ekonomi dunia yang sedang dalam kondisi tidak jelas akibat krisis iklim, perang di sejumlah negara, hingga kebijakan ekonomi Amerika Serikat.
"Pada hari ini, kami akan rapat agar menjadi trigger ekonomi dan memberikan insentif kepada dunia properti, dunia perumahan. Sekligus buat menjaga momentum ekonomi," kata dia dalam keterangan resminya yang dipantau online, Selasa (24/10).
Presiden menyebutkan, rapat yang bakal belangsung pada sore ini, bakal memutuskan apakah PPN sektor properti akan ditanggung pemerintah. Selain itu, pemerintah juga akan membahas dan memutuskan apakah bakal memberikan bantuan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Rp4 juta untuk membayar administrasi saat membeli rumah.
"Sehingga bisa menjadi trigger ekonomi kita," ucap dia.
Dia menyebut, berdasarkan laporan dari Menteri Keuangan, pembayaran pajak masih tumbuh 5,6% dari baseline tahun lalu. Dengan masih tumbuhnya pembayaran pajak, berarti bisnis masyarakat masih berjalan. Sekaligus mengonfirmasikan kalau ekonomi masih berjalan baik.
"Tetapi, kita harus juga harus melihat kembali tantangan-tantangan ekonom global," kata dia.
Sebelumnya, hasil survei perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan, penyaluran kredit baru pada triwulan III-2023 terindikasi meningkat. Hal tersebut tecermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru sebesar 95,4%, lebih tinggi dibandingkan 94,0% pada triwulan sebelumnya.
"Peningkatan tersebut terjadi pada hampir seluruh jenis kredit. Pada triwulan IV-2023, penyaluran kredit baru diprakirakan melanjutkan tren peningkatan dengan SBT prakiraan penyaluran kredit baru sebesar 96,4%," kata BI dalam keterangan resminya.
Namun, standar penyaluran kredit pada triwulan IV-2023 diprakirakan sedikit lebih ketat dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari Indeks Lending Standard (ILS) positif sebesar 0,1%. Kebijakan penyaluran kredit diprakirakan lebih ketat, antara lain pada aspek agunan dan persyaratan administrasi. Di sisi lain, suku bunga kredit dan biaya persetujuan kredit diprakirakan tetap longgar.