Intip sumber pundi-pundi harta konglomerat 'crazy rich' Indonesia
Majalah Forbes kembali merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada akhir 2019. Sejumlah nama lama dan nama baru mengisi daftar itu seiring dengan lonjakan kekayaan, maupun penurunan pundi-pundi harta mereka.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah melambat, kekayaan agregat para konglomerat tersebut justru melejit. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia turun dari 5,17% menjadi 5,02% pada kuartal III-2019.
Harta kekayaan 50 taipan tersebut melonjak US$5,6 miliar atau Rp78,4 triliun (kurs Rp14.000/US$) dalam setahun. Lonjakan itu membuat total kekayaan 50 konglomerat mencatatkan rekor tertinggi sejak Republik ini berdiri.
Secara keseluruhan, kekayaan mereka mencapai US$134,6 miliar setara Rp1.884,4 triliun per Desember 2019. Nilai kekayaan tersebut setara dengan 46,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp4.067,8 triliun, atau hampir separuh ekonomi Indonesia!
Sebanyak 32 orang yang masuk dalam daftar tersebut memiliki kekayaan setidaknya US$1 miliar setara Rp14 triliun. Wajah-wajah lama masih mendominasi daftar tersebut.
Hanya ada enam nama baru, yaitu Keluarga Widjaja, Keluarga Ciputra, Keluarga Hammami, Winarko Sulistyo, Donald Sihombing, dan Iwan Lukminto.
Tiga nama pertama masuk ke dalam daftar karena mendapatkan warisan dari pendahulu mereka, yaitu Eka Tjipta Widjaja, Ciputra, dan Achmad Hammami. Adapun tiga nama terakhir mengalami lonjakan kekayaan.
Pendatang baru
Bos Fajar Surya Wisesa, Winarko Sulistyo baru saja menjual 45% sahamnya kepada Siam Cement senilai US$557 juta setara Rp7,8 triliun. Penjualan tersebut menyebabkan Sulistyo masuk ke dalam jajaran 50 orang terkaya di Indonesia urutan 27.
Perusahaan yang didirikannya bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tersebut, menjadi pemasok kertas pembungkus untuk Nestle, Unilever, dan Samsung.
Sementara Donald Sihombing di urutan 34, telah berpengalaman selama 33 tahun di dunia konstruksi. Kolektor mobil Ferrari ini telah menjadi Presiden Direktur PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS) sejak tahun 1996.
Perusahaan yang dipimpinnya terlibat dalam pembangunan beberapa properti terkemuka di Jakarta seperti Hotel Four Seasons, Mal dan Apartemen Taman Anggrek, hingga Hotel Mulia. Beberapa proyek yang tengah digarap TOPS adalah Rusunawa Klapa Village, Transit Oriented Development (TOD) Lebak Bulus, Sedayu City Kelapa Gading, dan lainnya.
Adapun bos Grup Sritex Iwan Setiawan Lukminto kembali ke dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia urutan terakhir, setelah sempat terdepak pada tahun 2018. Dia adalah anak pertama dari sang pendiri, yakni H. M. Lukminto.
Juragan tekstil yang telah mengekspor seragam tentara ke 31 negara ini juga memiliki 10 hotel di Solo (Jawa Tengah), Yogyakarta, dan Bali. Iwan memiliki dua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) dan PT Sriwahana Adityakarta Tbk. (SWAT).
Dari analisis kekayaan para konglomerat, pengusaha yang bergerak di sektor keuangan, makanan dan minuman, komoditas (kelapa sawit dan batu bara), dan properti nampaknya masih mendominasi dalam daftar Forbes tersebut.
Akan tetapi, pengusaha-pengusaha yang bergerak di sektor komoditas mengalami perubahan kekayaan paling mencolok seiring dengan tren naik-turunnya harga komoditas di tahun 2019 lalu.
Harga komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang mengalami tren kenaikan sejak Juni 2019 mendongkrak kekayaan pengusaha-pengusaha kelapa sawit seperti Keluarga Widjaja (Sinarmas), Bachtiar Karim (Musim Mas), Martua Sitorus (Wilmar), Ciliandra Fangiono (First Resources), dan Lim Haryanto Wijaya Sarwono (Bumijaya) yang semuanya mengalami peningkatan peringkat, kecuali nama yang disebut terakhir.
Bachtiar Karim mengalami lonjakan peringkat paling pesat, yaitu dari peringkat 21 pada akhir 2018 menjadi peringkat 11. Hal ini lantaran kekayaannya melonjak sebesar US$1,2 miliar setara Rp16,8 triliun dalam waktu setahun.
Di sisi lain, tren penurunan harga batu bara selama 2019 menyebabkan harta kekayaan pengusaha dan investor batu bara terkuras.
Garibaldi Thohir (Adaro Energy), Theodore Rachmat (Triputra Grup, pemegang saham Adaro Energy), Low Tuck Kwong (Bayan Resources), Hashim Djojohadikusumo (Grup Arsari), Edwin Soeryadjaya (Astra Internasional, pemegang saham Adaro Energy), dan Arini Subianto (Persada Capital Investama, pemegang saham Adaro Energy) menjadi korban melemahnya harga batu baru global.
Low Tuck Kwong mengalami kehilangan terbesar, yakni sebesar US$1,33 miliar setara Rp18,62 triliun, sehingga turun 17 peringkat dibandingkan akhir 2018.
Berikut daftar 10 konglomerat terkaya Indonesia tahun 2019
1. Robert Budi Hartono (79) & Michael Bambang Hartono (80)
Kekayaan: US$37,3 miliar (Rp522,2 triliun)
Dua kakak beradik Hartono telah menduduki takhta konglomerat terkaya Indonesia selama sebelas tahun berturut-turut melalui Grup Djarum. Dibandingkan dengan akhir tahun 2018, kekayaan mereka telah meningkat sebesar US$2,3 miliar.
Menurut catatan Forbes, 80% kekayan mereka berasal dari PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). Saham BBCA telah mengalami kenaikan sebesar 18,63% selama 2019.
Hartono bersaudara mendapatkan kekayaan melalui produk rokok Djarum yang merupakan pundi-pundi kekayaan keluarga sejak awal. Selain itu, Hartono bersaudara juga memperoleh kekayaan mereka dari perusahaan elektronik Polytron dan beberapa aset properti di Jakarta.
2. Keluarga Widjaja
Kekayaan: US$9,6 miliar (Rp134,4 triliun)
Keluarga ini mewarisi kekayaan mendiang Eka Tjipta Widjaja, bos dan pendiri Grup Sinarmas. Sinarmas memiliki enam pilar usaha yaitu Asia Pulp & Paper, Sinarmas Agribusiness and Food (Kelapa Sawit dan Oleokimia), Sinarmas Land (Properti), Sinarmas Financial Services (Perbankan dan Asuransi), Sinarmas Communication & Technology (Smartfren), Sinarmas Energy & Infrastructure.
Kini, empat dari delapan anak Eka Tjipta Widjaja yaitu Teguh Ganda Widjaja, Franky Oesman Widjaja, Indra Widjaja, dan Muktar Widjaja meneruskan estafet kepemimpinan grup tersebut. Sementara itu, anak-anak lainnya mendirikan usaha sendiri.
Grup ini diuntungkan oleh tren kenaikan harga sawit yang terjadi sejak Juni 2019 lalu, sehingga kekayaannya meningkat dibandingkan dengan akhir tahun 2018 sebesar US$1 miliar atau setara dengan Rp14 triliun (waktu itu tercatat atas nama Eka Tjipta Widjaja).
3. Prajogo Pangestu (75)
Kekayaan: US$7,6 miliar (Rp106,4 triliun)
Peringkat Prajogo Pangestu melonjak dari peringkat ke-10 pada akhir 2018 menjadi peringkat ke-3. Kekayaannya pun melejit sebesar US$4,6 miliar. Hal ini tak terlepas dari kenaikan saham perusahaan PT Barito Pacific Tbk. (BRPT).
Saham BRPT melonjak sebesat 215,9% selama 2019. Sebagai pemimpin dan pendiri Barito Pacific (BRPT), dirinya mendapat kekayaan melalui anak usahanya di bidang petrokimia, karet sintesis, energi, properti, dan logistik.
Sebelumnya, perusahaan yang dipimpinnya juga menekuni usaha kayu, namun telah dilepas kepemilikannya sejak 2007 silam. Prajogo sendiri menguasai 70% saham di perusahaan tersebut.
Petrokimia merupakan sumber pendapatan utama BRPT dan Chandra Asri Petrochemical (TPIA) adalah anak usahanya yang paling menonjol. Selama tahun 2019, saham TPIA telah meningkat sebesar 75,1%.
4. Susilo Wonowidjojo (64)
Kekayaan: US$6,6 miliar (Rp92,4 triliun)
Susilo Wonowidjojo merupakan bos perusahaan rokok Gudang Garam (GGRM). Dia merupakan generasi kedua yang memimpin perusahaan rokok terkemuka tersebut.
Kekayaannya terjun bebas sebesar US$2,6 miliar akibat sentimen negatif di pasar modal akibat kenaikan cukai rokok yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.153 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau per tanggal 1 Januari 2020.
Alhasil, saham GGRM anjlok sebesar 36,63% selama tahun 2019. Susilo telah menjadi Presiden Direktur GGRM sejak tahun 2009, menggantikan kakaknya Rachman Halim yang meninggal dunia.
5. Sri Prakash Lohia (67)
Kekayaan: US$5,6 miliar (Rp78,4 triliun)
Pria yang bermukim di London, Inggris, ini meraih pundi-pundi uangnya dari Grup Indorama (INDR), salah satu produsen polyester, benang pintal, dan kain terbesar di Indonesia.
Jatuhnya saham INDR sebesar 59% selama tahun 2019 menyebabkan kekayaannya anjlok US$1,9 miliar. Hal ini posisi Prakash merosot satu peringkat dibandingkan dengan tahun lalu.
Berdirinya perusahaan ini berawal ketika Prakash dan ayahnya pindah dari India ke Indonesia pada tahun 1970-an. Istri Prakash, Seema Mittal, yang merupakan saudara kandung miliarder asal Inggris, Lakhsmi Mittal.
6. Anthoni Salim (71) dan Keluarga
Kekayaan: US$5,5 miliar (Rp77 triliun)
Anthoni Salim merupakan bos dari Grup Indofood yang merajai pasar mi instan (Indomie, Supermi, Sarimi, dan Sakura) serta tepung terigu (Bogasari) di Indonesia.
Tak hanya itu, perusahaan ini juga memiliki berbagai anak perusahaan yang bergerak di bidang makanan ringan, minuman, agribisnis, dan logistik.
Anthoni merupakan generasi kedua yang memimpin Indofood setelah ayahnya, Sudono Salim yang wafat tahun 2012 lalu. Meskipun kekayaannya meningkat US$200 juta dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, Anthoni terpeleset satu peringkat menjadi peringkat enam. Forbes mencatat, keluarga Salim juga berinvestasi di sektor keuangan dan telekomunikasi.
7. Tahir (67) dan Keluarga
Kekayaan: US$4,8 miliar (Rp67,2 triliun)
Dato’ Sri Tahir merupakan pendiri dari Grup Mayapada yang memiliki investasi di sektor perbankan (Bank Mayapada), jaringan rumah sakit (Mayapada Hospital), media, ritel, dan properti.
Selain itu, Ia juga memegang lisensi penerbitan Majalah Forbes di Indonesia. Kekayaannya naik tipis sebesar US$300 juta dibandingkankan dengan akhir tahun lalu, namun peringkat kekayaan Tahir turun satu peringkat dibandingkan dengan akhir 2018. Selama tahun 2019, saham Bank Mayapada (MAYA) telah naik sebesar 38,9%.
8. Boenjamin Setiawan (86) dan Keluarga
Kekayaan : US$4,35 miliar (Rp60,9 triliun)
Dr. Boen, sapaan akrabnya, merupakan salah satu pendiri perushaan farmasi terbesar di Indonesia, Kalbe Farma (KLBF). Selain Kalbe Farma, keluarganya juga memiliki jaringan rumah sakit Mitra Keluarga (MIKA).
Kekayaannya meningkat US$1,15 miliar dibandingkankan dengan akhir tahun lalu. Selama tahun 2019, saham KLBF dan MIKA masing-masing naik sebesar 6,6% dan 45,1%.
Meskipun demikian, peringkatnya tidak mengalami perubahan. Saat ini, posisi Presiden Komisaris Kalbe Farma dijabat oleh keponakannya, Bernadette Ruth Irawaty Setiady.
9. Chairul Tanjung (57)
Kekayaan: US$3,6 miliar (Rp50,4 triliun)
Chairul Tanjung merupakan pendiri CT Corp yang terdiri dari tiga anak perusahaan, yaitu Mega Corp (Keuangan), Trans Corp (Media, Ritel, Hotel, Hiburan, dan Travel), dan CT Global Resources (Kelapa Sawit).
Dirinya memegang lisensi waralaba Wendy’s, Coffee Bean & Tea Leaf, Baskin Robbins, Jimmy Choo, Versace, dan Mango. Kekayaannya meningkat US$100 juta dibandingkan dengan akhir tahun lalu, namun kekayaan Chairul Tanjung turun dua peringkat menjadi peringkat sembilan kali ini.
Grupnya memiliki 25% kepemilikan saham di Garuda Indonesia di bawah bendera Trans Airways. Anaknya, Putri Sari Tanjung (23) telah diangkat menjadi staf khusus Presiden Joko Widodo pada November silam. Lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tersebut telah memulai bisnis sejak duduk di bangku kuliah.
10. Jogi Hendra Atmadja (73)
Kekayaan: US$3 miliar (Rp42 triliun)
Bos Grup Mayora (MYOR) tersebut tetap perkasa dalam 10 besar orang terkaya di Indonesia berkat fokus di sektor makanan dan minuman. Meskipun demikian, posisi Jogi Hendra Atmadja turun satu peringkat dibandingkan dengan akhir tahun lalu.
Hal ini lantaran kekayaannya menurun sebesar US$100 juta. Selama tahun 2019, saham MYOR telah turun sebesar 21,8%. Keluarganya memulai bisnis di sektor makanan dan minuman dengan menjual biskuit pada tahun 1948 silam.
Daftar orang terkaya RI urutan 11-50 tahun 2019
11. Bachtiar Karim (63): US$2,6 miliar atau Rp36,4 triliun (Musim Mas – Kelapa Sawit)
12. Mochtar Riady (90) dan Keluarga: US$2,1 miliar atau Rp29,4 triliun (Grup Lippo - Beragam)
13. Martua Sitorus (59): US$2 miliar atau Rp28 triliun (Wilmar – Kelapa Sawit dan Gama Land - Properti)
14. Putera Sampoerna (72) dan Keluarga: US$1,8 miliar atau Rp25,2 triliun (Sampoera Strategic Group-Investasi)
15. Kuncoro Wibowo (64): US$1,7 miliar atau Rp23,8 triliun (Grup Kawan Lama - Ritel)
16. Peter Sondakh (69): US$1,65 miliar atau Rp23,1 triliun (Rajawali Corpora – Investasi)
17. Garibaldi Thohir (54): US$1,6 miliar atau Rp22,4 triliun (Adaro Energy – Batu Bara dan WOM Finance - Pembiayaan)
18. Theodore Rachmat (76) dan Keluarga: US$1,55 miliar atau Rp21,7 triliun (Grup Triputra – Beragam)
19. Husain Djojonegoro (70): US$1,53 miliar atau Rp21,42 triliun (Grup Orang Tua dan ABC – Barang Konsumen)
20. Djoko Susanto (69): US$1,5 miliar atau Rp21 triliun (Alfamart - Ritel)
21. Alexander Tedja (71): US$1,45 miliar atau Rp20,3 triliun (Pakuwon Jati – Properti)
22. Sukanto Tanoto (70): US$1,4 miliar atau Rp19,6 triliun (Royal Golden Eagle - Beragam)
23. Ciliandra Fangiono (43) dan Keluarga: US$1,37 miliar atau Rp19,18 triliun (First Resources - Kelapa Sawit)
24. Husodo Angkosubroto (65) dan Keluarga: US$1,35 miliar atau Rp18,9 triliun (Grup Gunung Sewu - Agribisnis, properti, asuransi)
25. Keluarga Ciputra: US$1,3 miliar atau Rp18,2 triliun (Grup Ciputra - Properti)
26. Eddy Katuari (68): US$1,25 miliar atau Rp17,5 triliun (Grup Wings - Barang Konsumen)
27. Winarko Sulistyo (74): US$1,2 miliar atau Rp16,8 triliun (Fajar Surya Wisesa - Kertas dan Pulp)
28. Low Tuck Kwong (71): US$1,17 miliar atau Rp16,4 triliun (Bayan Resources - Batu Bara)
29. Murdaya Poo (79): US$1,15 miliar atau Rp16,1 triliun (Central Cipta Murdaya – Beragam)
30. Irwan Hidayat (72) dan Keluarga: US$1,1 miliar atau Rp15,4 triliun (Sido Muncul - Farmasi)
31. Kardja Rahardjo (59): US$1,02 miliar atau Rp14,32 triliun (Pelayaran Tamarin Samudera – Jasa Pengiriman)
32. Hary Tanoesoedibjo (54): US$1 miliar atau Rp14 triliun (MNC Group - Media, properti, keuangan)
33. Sjamsul Nursalim (74): US$990 juta atau Rp13,86 triliun (Gajah Tunggal - Ban dan Mitra Adi Perkasa – Ritel)
34. Donald Sihombing (63): US$970 juta atau Rp13,58 triliun (Totalindo Eka Perkasa - Konstruksi)
35. Lim Haryanto Wijaya Sarwono (91): US$960 juta atau Rp13,44 triliun (Grup Bumitama - Kelapa Sawit dan Nikel)
36. Sabana Prawiradjaja (80) dan Keluarga: US$910 juta atau Rp12,74 triliun (Ultra Jaya - Minuman)
37. Osbert Lyman (70): US$865 juta atau Rp12,11 triliun (Grup Lyman - Properti)
38. Kusnan Kirana dan Rusdi Kirana (56): US$835 juta atau Rp11,69 triliun (Lion Air - Maskapai Penerbangan)
39. Harjo Sutanto (93): US$810 juta atau Rp11,34 triliun (Grup Wings - Barang Konsumen)
40. Hashim Djojohadikusumo (65): US$800 juta atau Rp11,2 triliun (Grup Arsari – Beragam)
41. Eddy Kusnadi Sariaatmadja (66) : US$780 juta atau Rp10,92 triliun (Elang Mahkota Teknologi - Media dan Teknologi)
42. Sudhamek (63): US$745 juta atau Rp10,43 triliun (Garuda Food - Makanan dan Minuman)
43. Soegiarto Adikoesoemo (81): US$730 juta atau Rp10,22 triliun (AKR Corporindo - Kimia)
44. Aksa Mahmud (74): US$710 juta atau Rp9,94 triliun (Bosowa Corporindo – Beragam)
45. Arifin Panigoro (74): US$670 juta atau Rp9,38 triliun (Medco Group – Migas dan Pertambangan)
46. Keluarga Hamami: US$660 juta atau Rp9,24 triliun (Trakindo Utama - Alat Berat, Ritel, dan Hotel)
47. Edwin Soeryadjaya (70): US$635 juta atau Rp8,89 triliun (Astra International - Beragam)
48. Kartini Muljadi (89): US$630 juta atau Rp8,82 triliun (Tempo Group - Farmasi dan Barang Konsumsi)
49. Arini Subianto (49): US$600 juta atau Rp8,4 triliun (Persada Capital Investama - Agribisnis dan Batu Bara)
50. Iwan Lukminto (44): US$585 juta atau Rp8,19 triliun (Sritex Group - Tekstil)