close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (Inaplas) mengatakan kampanye anti plastik yang marak belakangan ini merugikan banyak pihak di hilir industri petrokimia. / Antara Foto
icon caption
Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (Inaplas) mengatakan kampanye anti plastik yang marak belakangan ini merugikan banyak pihak di hilir industri petrokimia. / Antara Foto
Bisnis
Rabu, 04 September 2019 17:36

Inaplas: Investasi gagal masuk RI karena kampanye anti plastik

Industri plastik dari hulu ke hilir telah mendatangkan manfaat ekonomi.
swipe

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengatakan kampanye anti plastik yang marak belakangan ini merugikan banyak pihak di hilir industri petrokimia.

Wakil Ketua Umum Inaplas Budi Susanto Sadiman mengatakan pihaknya seringkali dimintai bantuan pelaku-pelaku di industri hilir petrokimia seperti industri daur ulang dan asosiasi pemulung, untuk mengklarifikasi kampanye anti plastik tersebut.

"Kami pernah melakukan judicial review pada Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik ke Makamah Agung," ujar Budi di Jakarta, Rabu (4/9).

Budi melanjutkan, selama ini industri plastik baik di hulu maupun di hilir memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian nasional. Industri ini telah membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 

Inaplas juga memproyeksikan pada 2020, industri petrokimia akan tumbuh 1% sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Artinya, ketika ekonomi tumbuh 5%, maka industri petrokimia akan tumbuh 6%.

"Tahun depan proyeksi pertumbuhannya sekitar 6,2 juta ton. Sekarang pertanyaannya, 2025 itu apa bisa menjadi 10 juta ton," ujar Budi.

Budi melanjutkan, industri plastik juga mendatangkan investasi yang tak sedikit bagi Indonesia. Di akhir tahun lalu, kata Budi, ada investasi asing yang akan masuk ke Indonesia dalam bentuk teknologi coal to prophylene (CTP) dengan nilai hingga US$10 miliar. Proyek tersebut rencananya akan dieksekusi di Jawa Tengah. 

Namun, investasi tersebut batal dilakukan di Jawa Tengah karena ada dua isu yang mengganggu investor. Pertama, kata Budi, soal Upah Minimum Regional (UMR) yang tinggi, dan kedua, soal rencana penerapan cukai plastik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Eksekusi proyek tersebut pun akan dipindah lokasinya dari Jawa Tengah. Namun, Budi belum mau mengungkapkan di mana lokasi baru proyek tersebut. 

"Tolong jangan diganggu industri plastik karena itu mengganggu industri. Mencari proyek yang nilainya miliaran dolar itu tidak gampang," kata Budi.

Untuk diketahui,  teknologi  CTP tersebut akan menambah kapasitas produksi polyprophylene (PP). Polyprophylene atau polipropilena adalah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi. Beberapa di antaranya yakni pengemasan, tekstil, alat tulis, berbagai tipe wadah dengan bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer.

Lebih lanjut, Budi juga memastikan, pelaku di industri plastik sudah menaruh perhatian pada isu-isu pencemaran lingkungan dengan  menerapkan manajemen sampah zero (masaro).

Seluruh limbah dari hasil produksi plastik, kata Budi, diolah dalam satu wilayah. Dengan demikian limbah dan sampah plastik dipastikan tak akan mencemari sungai dan laut.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan