Bank Indonesia meyakini aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia akan lebih deras setelah Pilpres 2019.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, aliran investor asing itu terjadi lantaran berkurangnya ketidakpastian politik yang dapat memberi sinyalemen kuat arah kebijakan ekonomi Indonesia ke depan.
"Mudah-mudahan setelah Pemilihan Umum, ketidakpastian terkait politik sudah hilang. Jadi ya dana-dana bisa masuk ke Indonesia lebih baik lagi, dan itu kita pantau terus," ujarnya usai peresmian pembangunan gedung baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Selasa (2/4).
Menurut Mirza, saat ini dari faktor ekonomi eksternal keadaan sudah berangsur membaik dan mampu mendorong aliran modal asing. Keadaan eksternal yang membaik itu karena arah kebijakan moneter Bank Sentral AS The Fed yang melunak dan perundingan sengketa dagang AS dan China yang memberi harapan.
Sedangkan dari domestik, timbul harapan defisit neraca transaksi berjalan akan membaik pada kuartal I 2019 ini dibanding kuartal IV 2018 yang sebesar 3,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, ekspektasi peningkatan aliran modal asing di kuartal I, dan juga berlanjut di kuartal II-2019, karena munculnya kepastian politik setelah Pemilihan Umum kepala negara usai pada April 2019.
Kondisi terang benderang tentang sosok eksekutif yang akan memimpin Indonesia akan mengurangi faktor ketidakpastian yang mempengaruhi kepercayaan investor.
"Kuartal I tahun ini mulai masuk modal asing, terus berlanjut dari kuartal IV 2018. Mudah-mudahan setelah Pemilu masuk lebih besar lagi," ujar Mirza.
Mirza membandingkan kondisi ekonomi saat Pilpres pada lima tahun lalu. Di 2014, kata Mirza, Indonesia cukup beruntung karena saat Pilpres, kondisi ekonomi global cukup baik. Pada 2014, total modal asing yang masuk mencapai US$26 miliar. Jumlah itu merupakan rata-rata modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia setiap tahunnya.
"Kalau 2018 berat karena modal asing yang masuk sampai kuartal III pertumbuhannya negatif, baru di kuartal IV masuk modal asing US$10 miliar di portofolio," ujar dia.
Indonesia, kata Mirza, masih membutuhkan banyak aliran modal asing untuk membiayai defisit neraca transaksi berjalan. Oleh karena kinerja ekspor yang belum membaik, dan kinerja impor yang terus meningkat, Indonesia memerlukan aliran modal asing untuk menjaga stabilitas perekonomian.
"Defisit transaksi berjalan bisa didanai dengan memastikan Penanaman Modal Asing (PMA) masuk dengan jumlah memadai. Biasanya PMA satu tahun dari sisi neraca pembayaran sebesar US$15 miliar- US$18 miliar. Terus modal asing masuk kalau bagus bisa terima US$20 miliar-US$26 miliar per tahun," ujar dia.
Pemilihan umum presiden akan dilangsungkan pada 17 April 2019, bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif.
Tercatat hingga Februari 2019, jumlah dana asing yang diinvestasikan ke Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah mencapai Rp63,5 triliun, dan ke instrumen saham sebesar Rp11,2 triliun.
Menurut data OJK, pembelian terbesar terjadi pada Januari lalu sebesar Rp13,8 triliun, kemudian sempat terjadi penjualan bersih (net sell) Rp3,4 triliun pada Februari 2019. Lalu, sepanjang bulan ini hingga 22 Maret terjadi pembelian bersih senilai Rp800 miliar. (Ant).