Negosiasi pemerintah Indonesia dengan Apple Inc yang telah berjalan dalam beberapa bulan terakhir, kembali menemui jalan buntu. Pemerintah masih melarang pemasaran ponsel pintar milik Apple, iPhone 16 di Tanah Air lantaran dianggap belum memenuhi kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah bertemu dengan perwakilan Apple, termasuk Vice President of Global Government Affairs Nick Ammann di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Selasa (7/1). Dalam pertemuan itu, Menperin menekankan pentingnya investasi langsung sebagai syarat agar iPhone 16 dapat dijual di Indonesia.
Pemerintah memang telah menerima proposal investasi dari Apple senilai US$100 juta (Rp1,58 triliun) untuk membangun pabrik AirTag di Batam. Namun, pabrik tersebut tidak berkaitan langsung dengan produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) sehingga kementerian tak bisa mengeluarkan sertifikasi TKDN untuk Apple.
Kalah dari produsen lain
Selain itu, komitmen investasi Apple juga dinilai belum memenuhi prinsip keadilan jika dibandingkan dengan investasi dari produsen handphone lain, seperti Samsung dan Xiaomi, yang telah lebih dahulu menanamkan modalnya dengan nilai jauh lebih besar.
“Kami bandingkan dengan investasi Samsung, Huawei, Xiaomi, itu jauh lebih besar. Tawaran US$100 juta dari Apple belum memenuhi aspek keadilan,” ujar Agus.
Sebagai perbandingan, Samsung telah menanamkan investasi besar di Indonesia. Menurut data Kemenperin, total investasi Samsung hingga saat ini mencapai US$1,2 miliar (Rp19,3 triliun). Investasi ini digunakan untuk membangun pabrik smartphone dan pusat riset di Indonesia, serta memperluas lini produksi di berbagai daerah.
Sementara Xiaomi juga tercatat telah berinvestasi hingga US$300 juta (Rp 4,8 triliun) di Indonesia melalui pembangunan pabrik perakitan dan fasilitas distribusi. Xiaomi bahkan berhasil memenuhi TKDN hingga 40% pada produknya.
Agus menegaskan investasi Apple harus memenuhi beberapa prinsip keadilan. Salah satunya adalah kontribusi terhadap lapangan kerja di Indonesia. “Yang kami inginkan bukan hanya sekadar nilai investasi, tetapi juga penciptaan lapangan kerja, nilai tambah, dan pemasukan bagi negara,” jelas Agus.
Ia juga menyebutkan negosiasi antara tim teknis Kemenperin dan Apple masih berlangsung. “Belum tentu akan ada kesepakatan hari ini. Bisa besok, minggu depan, atau bulan depan. Yang penting adalah substansinya, bukan waktunya,” tegasnya.
Sejauh ini, Apple belum membuka pabrik iPhone di Indonesia. Perusahaan memilih membuka akademi pengembang aplikasi, Apple Academy sejak 2018 lalu.
Keuntungan Indonesia jika Apple berinvestasi
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Jaya Darmawan, menilai investasi Apple sangat strategis bagi Indonesia. Meski nilai awal investasi belum besar, kehadiran Apple dapat meningkatkan daya saing manufaktur teknologi tinggi di Indonesia.
“Meski produknya bukan komponen langsung dari gadget, tablet, dan komputer Apple, pembangunan pabrik ini bisa menjadi awal peningkatan kinerja manufaktur teknologi tinggi di Indonesia. Selain itu, keberlanjutan operasi pabrik ini disertai dengan transfer teknologi akan berdampak positif,” ujar Jaya kepada Alinea.id, Rabu (8/1).
Jaya juga menggarisbawahi pentingnya multiplier effect dari investasi langsung. Pabrik akan memberikan dampak besar bagi ekonomi, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, hingga produk domestik bruto (PDB).
"Pemerintah perlu bernegosiasi ketat agar mendapatkan investasi besar, tetapi jika gagal, Indonesia akan dirugikan,” tambahnya.
Selain itu, Jaya memperingatkan jika kesepakatan tidak tercapai, penjualan iPhone 16 bisa tetap berlangsung melalui jalur tidak resmi. Potensi peredaran produk ilegal disebut akan meningkat dan merugikan sektor distribusi termasuk authorized seller.
"Surplus usaha di dalam negeri juga akan berkurang,” jelasnya.
Jaya juga mengakui produsen gadget berbasis Android lebih berminat berinvestasi di Indonesia karena pasarnya yang jauh lebih besar dibandingkan iPhone. Meski efektivitas dan kemudahan investasi di Indonesia belum menyaingi Vietnam, namun keuntungan yang bisa dikantongi produsen Android lebih optimal karena pasarnya yang lebih luas.
Di sisi lain, pemerintah disebut perlu memperbaiki kebijakan investasi dengan memberikan berbagai insentif agar menarik lebih banyak produsen teknologi. “Kebijakan TKDN perlu dibarengi dengan peningkatan efektivitas investasi dan penguatan sektor manufaktur melalui insentif yang menarik. Ini akan menciptakan kontribusi optimal dari sektor manufaktur terhadap ekonomi,” tuturnya.
Dengan potensi dampak besar terhadap manufaktur dan ekonomi, pemerintah perlu bernegosiasi ketat untuk memastikan investasi Apple memberikan nilai tambah maksimal bagi Indonesia. Indonesia juga harus memperkuat daya tarik investasi agar dapat bersaing dengan negara lain seperti Vietnam.