Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bakal menghentikan sementara perdagangan saham (suspensi) kepada PT First Media Tbk (KLBV). Suspensi terhadap PT First Media dilakukan apabila Kementerian Komunikasi dan Informatika mencabut izin frekuensi perusahaan tersebut.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna Setia, mengatakan suspensi akan dilakukan jika terbukti bahwa izin frekuensi dicabut dan memengaruhi kekhawatiran investor terhadap keberlangsungan perusahaan.
“Kalau misal izin tersebut menyebabkan terjadi kekhawatiran, sehingga dapat mengganggu keberlanjutannya bisa kita lakukan suspen,” kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (22/11).
Terkait persoalan ini, pihak BEI telah memanggil manajemen First Media. Namun pihak First Media menyatakan masih menyelesaikan masalah ini dengan Kominfo.
"Sampai saat ini kan Kominfo masih proses, silahkan tunggu dulu. Itu juga kita tanyakan karena pencabutan (izin) itu mempengaruhi bisnis mereka. Sekarang mereka masih menunggu," ujar Nyoman.
Namun demikian, kata Nyoman, jika ingin tetap melakukan perdagangan saham First Media harus meyakinkan investornya terkait masih ada lini bisnis usaha lain yang mampu memberikan pendapatan bagi perusahaan.
"Kemudian selain bisnis itu ada yang kasih pendapatan yang proporsinya berapa, sehingga mereka bisa meyakinkan perusahaan ini masih ada prospek masa depan. Mereka kalau ada anak yang konsolidasi dan misalnya dominan tentunya akan memengaruhi induknya," ujar Nyoman.
Sebelumnya, Kemkominfo telah membahas kelanjutan nasib PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux yang membawahi Bolt terkait izin penggunaan frekuensi 2,3 Ghz.
Surat Keputusan pencabutan izin terhadap dua anak perusahaan Grup Lippo ini seharusnya diterbitkan pada Senin (19/11), menyusul adanya keterlambatan pelunasan kewajiban tunggakan BHP (Biaya Hak Pakai) kepada negara yang dijadwalkan paling lambat 17 November 2018.
Akan tetapi, hingga kini SK tersebut belum dikeluarkan lantaran First Media dan Bolt mengajukan proposal baru terkait restrukturisasi pembayaran utang. Selain itu, First Media dan Bolt juga telah mencabut gugatan terhadap Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan data Kominfo, First Media diketahui menunggak kewajiban pembayaran BHP sejak 2016 sampai 2017 sebesar Rp 364,8 miliar dan Bolt sebesar Rp 343,5 miliar. Kominfo menyebut, tidak dapat memutuskan sendiri hal tersebut. Pasalnya, bila mereka tidak bisa membayar, maka hal itu harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Kementerian Keuangan.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menjelaskan meskipun dicabut izin penggunaan frekuensi sebenarnya untuk First Media masih bisa menjalankan bisnisnya. Sebab, First Media bukan hanya menggunakan izin frekuensi untuk menggoperasikan mobile broadband, namun juga menggunakan izin televisi kabel yang tidak terganggu dengan tunggakan tersebut.
"Tapi kalau Bolt kan enggak punya izin lain, otomatis terganggu," ujar Rudiantara.
Jika izin penggunaan frekuensi ini benar-benar dicabut, maka layanan internet FastNet dan TV Kabel dari PT First Media Tbk tidak akan terpengaruh karena tidak termasuk ke dalam izin frekuensi 2,3 Ghz. Gangguan hanya akan dialami pada Bolt dan layanan mobile broadband-nya langsung non aktif.