Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Emil) mengungkapkan rencana pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) seluas 200 hektare (ha) di Jabar. Kawasan khusus ini diperuntukkan bagi industri tinggi.
Emil mengatakan pemerintah provinsi sedang mendorong pembangunan empat KEK yakni di Sukabumi, Pangandaran, Subang dan Majalengka.
“Dengan pembangunan KEK ini, maka hasil produksi industri memiliki nilai tinggi dalam ekspor,” kata Emil di Jakarta, Rabu (30/1).
Menurut Emil, KEK tersebut dibangun dengan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dari pemerintah pusat. Kawasan ini juga akan terintegrasi dengan infrastruktur yang memadai seperti Pelabuhan Patimban dan Bandara Kertajati.
Emil juga menyebut pemerintah akan memberikan intensif dan kemudahan pajak bagi para investor. Hal ini sekaligus akan menarik semakin banyak investor masuk ke Indonesia khususnya Jabar.
Sementara, Emil mengungkapkan saat ini sudah ada investor asing yang mau masuk ke KEK Jabar, di antaranya dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. "Kebanyakan high technology industry, dan ada satu yang masuk KEK pariwisata," ungkap dia.
Meski demikian, kata Emil, pemerintah juga membuka kesempatan bagi para pelaku industri dalam negeri untuk menanamkan modalnya di KEK Jabar.
Emil juga menjelaskan akan ada pembagian zona dalam KEK ini. Zona industry dengan upah tidak terlalu tinggi akan dipindahkan ke industri padat orang. Sedangkan industri yang padat modal dan teknologi akan berada di tempat yang lebih nyaman seperti Karawang, Bekasi dan Bogor.
Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga saat ini, nilai penanaman modal asing (PMA) mencapai US$ 5,57 miliar untuk 4.713 proyek di Jawa Barat. Emil menyebut Jabar sebagai provinsi favorit para investor karena iklimnya yang ramah investasi.
Pembangunan ibukota provinsi
Lebih lanjut, Emil mengungkapkan anggaran yang dibutuhkan untuk membangun Bandung mencapai Rp1.200 triliun. Menurut Emil, APBD yang diberikan masih kurang, sehingga pihaknya mencari pendanaan lain. langkah yang akan ditempuh yakni melepas obligasi daerah dan mencari pinjaman bank.
"Ini untuk pembangunan 10 tahun kalau dalam hitungan saya," kata dia
Emil mengungkapkan sumber pinjaman daerah jangka menengah atau jangka panjang (Obligasi Daerah) sudah dikonsultasikan dengan OJK. Emil juga sudah mendorong 3 program lainnya, yakni obligasi daerah serta kerja sama pemerintah dan swasta.
Di sisi lain, Emil mengkritik peran bank pembangunan daerah (BPD) dalam menyediakan modal untuk pembangunan. Saat ini, kata dia, BPD tidak fokus pada pembangunan daerah. Hal ini sudah bergeser dari peran utamanya di tingkat provinsi. “Namanya saja yang BPD, tapi pembangunannya kurang ditekankan," pungkas dia.