close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus. Foto: dpr.go.id/Arief/Man
icon caption
Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus. Foto: dpr.go.id/Arief/Man
Bisnis
Rabu, 02 Februari 2022 18:19

Jaga harga minyak goreng, anggota DPR Sihar Sitorus usulkan 3 hal ini

Sebaiknya pemerintah memikirkan kebijakan lain yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng. 
swipe

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang hanya menyisakan hasil produksi CPO sebesar 20% saja, untuk menciptakan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri.

Anggota Komisi XI DPR Sihar Sitorus mengatakan, angka 20% itu sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng, yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang," ujar Sihar Sitorus, dalam keterangan tertulis, Rabu (2/2).

Hal itu dikatakannya, tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya.

“Sekalipun pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini," kata dia.

Maka, ia menyarankan, sebaiknya pemerintah memikirkan kebijakan lain yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng. 

“Di antaranya dengan upaya optimalisasi Holding di PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Hal itu diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Dengan membeli TBS dari petani serta melepaskan stok CPO untuk pasar domestik," imbuh legislator daerah pemilihan Sumatera Utara (Sumut) II.

Apalagi, data pada 2020 menyebutkan, hasil produksi CPO dari Holding PTPN mecapai 2,38 juta ton.

"Pertama, optimalisasi Holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?" tegas Sihar.

Selain itu, politisi PDIP ini juga menawarkan pilihan kedua yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.

"Kedua, bukankah BLU-BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit) memiliki pilihan untuk menurunkan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi? Sehingga jumlah CPO di pasar lebih banyak dan berdampak pada harga CPO yang lebih kompetitif," ungkapnya.

“Terakhir saya usul menawarkan kebijakan penggunaan dana desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan masyarakat," tutup dia.

img
Ratih Widihastuti Ayu Hanifah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan