Pengamat transportasi publik, Djoko Setijowarno, menilai, pemerintah daerah (pemda) cenderung pasif dalam mengajukan pengadaan angkutan perintis di. Mereka justru lebih tertarik melakukan pengadaan atau perbaikan jalan desa.
Padahal, sambungnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) saat ini mendorong implementasi angkutan perintis. Ini ditandai dengan meningkatnya alokasi subsidi angkutan perintis dari Rp3,01 triliun pada 2022 menjadi Rp3,51 triliun pada 2023 untuk seluruh moda transportasi.
"Jarang sekali kepala daerah punya minat usulkan angkutan pedesaan. Mereka lebih minat usulkan jalan pedesaan, minimal koleganya bisa ikut pegang kontraktor dan proyeknya. Ini pikiran negatif saya, ya. Terutama di Jawa, seperti di Jawa Tengah dan Barat, harusnya minta ini," ucap Djoko dalam acara temu media di kantor Kemenhub, Jakarta, pada Selasa (7/2).
Direktur Angkutan Jalan Kemenhub, Suharto, menambahkan, pemda seharusnya mengakomodasi kepentingan rakyat atas kebutuhan angkutan perintis. Apalagi, kehadiran angkutan perintis mampu menekan kenaikan inflasi dan membantu mengurangi disparitas harga kebutuhan karena selain digunakan bagi penumpang, juga bagi angkutan barang.
"Kepala daerah itu, kan, dipilih rakyat, kalau rakyat sudah minta angkutan tapi kepala daerahnya tidak mengakomodasi, ya, sudah jangan dipilih lagi," serunya kepada Alinea.id.
Merujuk Pasal 138 dan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Suharto menjelaskan, sudah menjadi kewajiban pemda untuk menyediakan angkutan umum yang aman, nyaman, dan terjangkau. Jika pemda tak mengerti kewajiban tersebut, masyarakat diimbau mengingatkan pemda.
"Kita perlu mengedukasi masyarakat kita, apakah pemdanya sudah menjalankan amanah itu atau tidak. Kalau tidak, jangan pilih kepala daerah itu lagi. Kalau kepala daerah yang tidak tahu, ya, kita yang edukasi masyarakatnya agar mereka ingatkan kepala daerahnya," tutur dia.
Keaktifan masyarakat untuk mengingatkan kepala daerah juga bisa menjadi kontrol sehingga bekerja sesuai tanggung jawabnya. Jika tidak bekerja maksimal, sanksi sosial dan moral masyarakat bagi kepala daerah tersebut bisa lebih ampuh daripada sanksi lainnya.