Jasa maklon di balik cantiknya industri kosmetik
MS GLOW, jenama skincare yang belakangan namanya kian moncer. Sejak dilahirkan pada 2013 silam, merek produk perawatan kulit dan tubuh ini semakin dikenal luas oleh masyarakat karena menggencarkan pemasaran melalui reseller. Bahkan, sampai sekarang brand lokal ini telah memiliki ribuan reseller resmi, dengan pemasar di dalamnya sudah menempati berbagai posisi seperti distributor hingga agen yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Sejak awal MS GLOW hadir dan berkembang, reseller selalu menjadi bagian penting dari keluarga besar MS GLOW hingga hari ini,” kata salah satu Pendiri MS GLOW Shandy Purnamasari, dalam keterangannya, kepada Alinea.id belum lama ini.
Popularitas jenama asal Malang, Jawa Timur ini juga dirangkum perusahaan business intelligent Compas.co.id dalam laporannya, ’10 Brand Skincare Lokal Terlaris di Online Marketplace’ yang dirilis 1 November 2022. Di mana berdasarkan Compas Dashboard untuk kategori perawatan wajah, produk MS GLOW menempati posisi ketiga sebagai merek dengan penjualan terlaris pada periode April-Juni 2022, yakni mencapai Rp29,4 miliar.
Sementara produk yang memiliki penjualan tertinggi pada posisi pertama dan kedua ditempati oleh Somethinc dan Scarlett, dengan sales revenue masing-masing Rp53,2 miliar dan Rp40,9 miliar.
Berkaca dari temuan ini, Compas pun menyimpulkan, sekarang ini memang sudah semakin banyak pilihan jenama perawatan kulit lokal dengan kualitas apik. Alasannya, karena produk-produk kecantikan lokal dibuat untuk memenuhi kebutuhan kulit masyarakat Indonesia yang sebelumnya telah mempertimbangkan berbagai kondisi, termasuk iklim tropis.
“Brand skincare lokal ini mungkin bisa lebih cocok dibandingkan dengan formula skincare dari negara luar di mana merupakan iklim dingin,” tulis Compas dalam laporannya, dikutip Alinea.id, Kamis (16/3).
Terkait hal ini, Pendiri MS GLOW lainnya Maharani Kemala mengaku, selama ini MS GLOW mengembangkan sendiri produk-produknya berdasarkan permintaan pelanggan. Tidak hanya itu, inovasi produk juga terus dikembangkan di bawah PT Kosmetika Global Indonesia, perusahaan yang mengusung lini bisnis maklon kosmetik dan perawatan tubuh di bawah naungan Kosme Group.
“Produk-produk MS Cosmetic akan terus dikembangkan demi memenuhi kebutuhan pelaku para pelanggan setia atau pecinta skincare dan kosmetik Indonesia,” katanya, di Jakarta, Kamis (19/1) lalu.
Pada kesempatan lain, CEO Kosme Group Titis Indah Wahyu mengungkapkan, seiring dengan pertumbuhan industri kecantikan dan perawatan diri, produk kosmetik lokal kini semakin dilirik oleh masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, perlahan kosmetik lokal juga sudah mulai mendunia. Hal ini terlihat dari pesanan pengembangan kosmetik dan personal care Kosme yang sudah mencapai mancanegara, seperti Malaysia, Thailand, Canada, serta sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika.
Musababnya, Indonesia telah sejak lama dikenal memiliki kekayaan bahan baku terbaik. Di saat bersamaan, banyak pula pengembang produk kecantikan dan perawatan diri yang sudah memiliki sumber daya manusia (SDM) dan teknologi unggul.
Pendapatan Industri Kecantikan dan Perawatan Indonesia (US$ Juta)
Segmen |
2018 |
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
2023 |
2024 |
2025 |
2026 |
2027 |
Kosmetik |
1,37 |
1,47 |
1,18 |
1,30 |
1,61 |
1,85 |
1,94 |
2,05 |
2,15 |
2,30 |
Parfum |
0,35 |
0,37 |
0,32 |
0,34 |
0,39 |
0,43 |
0,44 |
0,45 |
0,46 |
0,48 |
Perawatan |
2,63 |
2,79 |
2,73 |
2,92 |
3,18 |
3,41 |
3,56 |
3,72 |
3,88 |
4,07 |
Skin Care |
1,76 |
1,87 |
1,70 |
1,78 |
2,05 |
2,26 |
2,38 |
2,49 |
2,60 |
2,75 |
Total |
6,11 |
6,50 |
5,93 |
6,34 |
7,23 |
7,95 |
8,32 |
8,70 |
9,09 |
9,59 |
Sumber: Statista
“Ini menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi PT Kosmetika Global Indonesia untuk terus melakukan inovasi terbaik di dunia kosmetik maupun maklon,” jelasnya, kepada Alinea.id, Jumat (3/3).
Di Indonesia, industri kecantikan dan perawatan dinilai memiliki pertumbuhan yang cukup masif. Menurut catatan Kementerian Perindustrian, sektor industri yang termasuk dalam kelompok industri farmasi, obat kimia, obat tradisional, bahan kimia dan barang kimia ini sudah memiliki kurang lebih 760 perusahaan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Tidak hanya itu, hingga kuartal-II 2022 industri kosmetik juga mengalami pertumbuhan sebesar 2,10%. Dengan itu, industri kosmetik pun mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,78%.
Sementara berdasarkan data Euromonitor, produk kecantikan secara signifikan mulai meningkat sejak 2017, dengan pertumbuhan mencapai 12% sampai sekarang. Hal ini sejalan dengan data Statista, yang menunjukkan angka pertumbuhan produk kategori Beauty and Personal Care rata-rata 4,80% dalam periode 2023-2027, dengan pendapatan di industri ini mencapai US$7,95 miliar di 2023.
Jika dirinci, segmen produk perawatan tubuh adalah yang mengalami pertumbuhan pendapatan tertinggi di tahun ini, yakni mencapai US$3,41 miliar. Sedang kosmetik diperkirakan bakal mencapai US$1,85 miliar, skincare US$2,26 miliar dan terendah dari wewangian, yakni US$0,43 miliar.
“Pertumbuhan industri kosmetik dipicu oleh adanya perkembangan teknologi dan informasi dalam bidang kosmetik dan personal care yang pesat. Sejalan dengan perkembangan tren dan model dalam dunia kecantikan,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito, kepada Alinea.id, Jumat (17/3).
Selain itu, proses produksi yang lebih inovatif dan efisien serta desain kemasan yang beragam dan menarik turut membantu peningkatan image produk kosmetik dalam negeri. Begitu pula dengan Jaminan Produk Halal yang merupakan salah satu keunggulan kompetitif bagi industri dalam negeri.
Dinamika tren
Namun di balik berbagai peluang tersebut, industri kosmetik dan perawatan juga harus menghadapi banyak tantangan. Salah satunya perubahan tren yang sangat cepat. Di mana hal ini juga dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat.
“Perubahan tren yang sangat cepat inilah yang merupakan tantangan bagi industri kecantikan. Tapi di saat bersamaan juga bisa dijadikan peluang yang sangat luas bagi pelaku usaha yang akan dan sudah masuk ke industri ini,” jelas Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dwiana Andayani, dalam gelaran COSMAX Innovation Conference, di Jakarta, Jumat (17/2) lalu.
Karenanya, untuk menghadapi tantangan dan merengkuh peluang tersebut, Dwiana menyarankan agar pelaku usaha dapat banyak-banyak melakukan inovasi dan riset di bidang kecantikan. Dus, para pelaku usaha di industri kosmetik dan perawatan ini pun dapat memenangkan persaingan yang kian ketat dengan melahirkan berbagai produk berkualitas.
“Sebagai dukungan pada kemudahan berusaha dan pengembangan kosmetik, Badan POM terus melakukan perbaikan dan peningkatan dalam layanan publik, kemudahan dan percepatan perizinan terus dikembangkan,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Cosmax Indonesia Cheong Min Kyoung mengatakan, untuk menangkap peluang pertumbuhan industri kosmetik dan perawatan tersebut, pihaknya akan terus melakukan inovasi dan menciptakan berbagai formulasi produk kecantikan dan perawatan.
Cosmax pun berharap dapat membuat produk kecantikan serta perawatan yang terdepan dengan bermodal kemajuan teknologi. Begitu juga dengan basis data terkait tren kecantikan di masyarakat yang dimiliki dan dari kerjasamanya dengan Compas.co.id.
“Melihat perkembangan brand kosmetik lokal Indonesia, menjadi sebuah kesempatan yang baik bagi kami untuk berinovasi dan berkontribusi dalam perkembangannya. Dengan ini, kami berharap dapat menciptakan dan memperkuat ekosistem kecantikan lokal yang inovatif dan menuju advance," kata Cheong, saat ditemui di Jakarta.
Sementara itu, di balik lapangnya peluang inovasi dan pengembangan produk kecantikan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha di bidang ini. Di antaranya adalah telah memenuhi kriteria Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB) khusus kosmetik.
“Beberapa yang harus dipenuhi adalah higienitas produksi, baik dari sisi tempat produksi maupun alat-alat yang digunakan untuk produksi. Kemudian juga ketelusuran bahan baku. Bahan baku harus dapat dipertanggungjawabkan dapat dari mana,” ujar Deputi II BPOM Reri Indriani, kepada Alinea.id, Jumat (17/3).
Ketelusuran bahan baku, lanjut Reri, sangat penting, lantaran bahan baku yang didapatkan secara ilegal dikhawatirkan dapat berisiko tinggi kepada kesehatan konsumen. Karena itulah, untuk menciptakan kosmetik yang berkualitas baik, menjadi tanggung jawab banyak pihak. Mulai dari pelaku usaha kecantikan, baik yang memiliki pabrik sendiri maupun pengguna jasa maklon, hingga BPOM sebagai pengawas.
Hal ini pun diamini Ketua Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi) Sancoyo Antarikso. Dia bilang, menciptakan produk kosmetik dan perawatan yang aman akan selalu menjadi fokus perusahaan-perusahaan kecantikan di tanah air.
“Kami ingin menciptakan iklim bisnis yang kondusif, sehingga mampu menciptakan produk kosmetik yang aman,” tegasnya, pada Alinea.id, Kamis (16/3).
Namun, ia mengakui persyaratan-persyaratan terkait izin BPOM dan juga sertifikasi halal masih menjadi tantangan bagi pelaku usaha di bidang kecantikan yang masih dalam skala kecil. Tidak hanya itu, dalam rantai produksi sebuah kosmetik, ketersediaan bahan baku juga masih menjadi tantangan bagi para pelaku usaha, karena harganya yang mahal dan belum banyak diproduksi di dalam negeri.
Dus, para pelaku usaha pun memenuhi kebutuhan tersebut melalui impor. “Contohnya Potassium Hydroxide yang berfungsi sebagai neutralizing. Ini biasanya kita impor dari Korea Selatan. Kemudian Silicon fluids/Dimethicone yang berfungsi sebagai antifoaming yang biasa diimpor dari China, India atau Amerika Serikat,” jelasnya.
Menjaga kredibilitas
Di sisi lain, menjaga kredibilitas produk skincare dan kosmetik juga menjadi salah satu hal yang harus dilakukan oleh pelaku usaha. Pada kesempatan lain, Cosmetics Scientist Ike Indrawati mengungkapkan, sudah sangat lumrah pemilik brand kosmetik menjanjikan hasil akhir penggunaan produk kecantikan tersebut kepada pelanggannya, seperti mencerahkan, melembabkan, menghilangkan jerawat, dan sebagainya. Namun, tidak sedikit pula brand kosmetik yang belum mampu memenuhi klaim tersebut lantaran berbagai faktor.
“Padahal, seharusnya klaim ini bisa dipertanggungjawabkan,” katanya, dalam diskusi Pentingnya Kredibilitas Produk, yang dihelat induk PT Derma Lab Asia (Skinproof) itu, di Jakarta, Kamis (16/3).
Untuk menentukan klaim tersebut misalnya, sebelumnya pemilik usaha melakukan banyak uji coba dulu terhadap produk kosmetik. Sehingga, dapat diketahui kandungan apa saja yang terdapat di dalamnya dan apakah sudah sesuai dengan manfaat yang diharapkan dari produk tersebut. Namun, untuk melakukan riset, lanjut Ike, membutuhkan biaya cukup besar dan juga harus melibatkan ahli kosmetika.
Pendapatan Industri Kosmetik Indonesia (US$ Juta)
Produk |
2018 |
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
2023 |
2024 |
2025 |
2026 |
2027 |
Wajah |
0,33 |
0,36 |
0,25 |
0,30 |
0,41 |
0,48 |
0,51 |
0,55 |
0,60 |
0,65 |
Mata |
0,36 |
0,39 |
0,37 |
0,40 |
0,46 |
0,52 |
0,55 |
0,58 |
0,60 |
0,64 |
Bibir |
0,29 |
0,31 |
0,15 |
0,18 |
0,28 |
0,35 |
0,36 |
0,37 |
0,38 |
0,41 |
Kuku |
0,22 |
0,23 |
0,21 |
0,22 |
0,25 |
0,27 |
0,27 |
0,28 |
0,29 |
0,30 |
Kosmetik Alami |
0,16 |
0,18 |
0,19 |
0,21 |
0,22 |
0,24 |
0,25 |
0,27 |
0,28 |
0,30 |
Total |
1,37 |
1,47 |
1,18 |
1,30 |
1,61 |
1,85 |
1,94 |
2,05 |
2,15 |
2,30 |
Sumber: Statista
“Membangun bisnis kosmetik tidak mudah, karena persaingannya cukup berat dan membangun rumah produksi untuk produk kosmetik juga butuh biaya cukup besar. Apalagi jika harus membangun bisnis ini dari nol, akan butuh waktu lama untuk bisa menghasilkan produk kosmetik berkualitas,” kata dia.
Belum lagi harus bersaing dalam hal pemasaran produk dengan brand yang sudah punya nama besar. Karena berbagai tantangan itulah kemudian jasa maklon menjadi jawaban bagi para pelaku usaha.
Jasa maklon pun kini telah banyak digunakan baik oleh pelaku usaha kecantikan dengan skala kecil, artis dan influencer, hingga pemilik jenama kosmetik yang sudah besar sekalipun. Meski begitu, pemilik merek juga seharusnya dapat lebih jeli dalam memilih perusahaan jasa maklon yang nantinya bakal men-develop produknya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan ialah apakah perusahaan jasa pengembangan dan pembuatan kosmetik tersebut sudah memiliki izin BPOM atau belum, serta ada atau tidaknya sertifikasi lain, seperti HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), halal, atau Vegan jika mereka mengklaim dapat mengembangkan produk berbahan dasar tanaman.
“Dari sisi SDM pengembang, pengemasan, sampai media promosinya juga harus diperhatikan,” imbuh dia.