Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angkat bicara terkait Kawasan berikat yang disebut menjadi titik banjir barang impor di Indonesia. Terlebih Kawasan Berikat dianggap memiliki kinerja yang cukup memuaskan sebagai buah koordinasi dan sinergi antar instansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan Kawasan Berikat adalah bentuk dukungan pemerintah untuk memperkuat industri dalam negeri. Belum lagi, kebijakan Kawasan Berikat merupakan upaya mendukung industri dalam negeri berupa penyerapan bahan baku, penyerapan tenaga kerja, perbaikan mata rantai pasok, dan mendorong ekspor yang menghasilkan devisa bagi perekonomian.
“Hasilnya, terjadi peningkatan TKDN, penyerapan tenaga kerja, dan devisa hasil ekspor,” katanya dalam keterangan, Senin (2/10).
Menurutnya, pengusaha di Kawasan Berikat adalah pengusaha yang berorientasi ekspor karena menjadi bagian permintaan dan pasokan global. Dalam situasi tertentu, terutama saat permintaan global menurun seperti terjadi saat pandemi, dapat diberikan fasilitas penyerahan ke dalam negeri setelah dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi sektor industri.
“Untuk menjaga keadilan dengan pelaku usaha non Kawasan Berikat, penyerahan barang dari KB ke Daerah Pabean Lain (wilayah NKRI) diperlakukan sebagai impor dan harus memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor,” ucapnya.
Maka dari itu, kata Yustinus, untuk mendukung perekonomian nasional, Kementerian Keuangan, dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai, senantiasa berkoordinasi dan berkomunikasi. Tidak lupa, bekerja sama dengan instansi lain termasuk Kementerian Perindustrian dan asosiasi pengusaha kawasan berikat.
“Sehingga pengawasan selama ini berjalan efektif dan dapat menjaga fairness kepada semua pelaku usaha,” ujarnya.
Sebelumnya beredar berita yang mengungkapkan bahwa Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menuding Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat telah memicu banjirnya barang impor di Tanah Air.
Febri menyebut indeks kepercayaan industri (IKI) turun tiga bulan berturut-turut. Pada September 2023, IKI berada di posisi 52,52. Capaian melambat dari bulan sebelumnya yang menyentuh 53,22.
Beberapa subsektor yang masih kontraksi di September ini mencakup tekstil, pakaian jadi, barang dari kayu, industri pengolahan lain, dan industri galian bukan logam.
Berdasarkan hasil pengamatan Kemenperin, produk tekstil untuk pasar ekspor tidak terserap oleh pasar luar negeri. Jubir Kemenperin itu juga menyebut lesunya pasar tekstil tanah air karena banjir produk impor.
Febri lalu mengutip peraturan menteri keuangan (PMK) yang menyatakan bahwa produk ekspor tidak terserap oleh pasar luar negeri bisa dijual di pasar domestik. Namun, dia tak membeberkan peraturan mana yang dimaksud.
"Kami melihat itu menjadi masalah. Jadi banyak produk-produk industri kawasan berikat orientasi ekspor malah masuk pasar domestik," ungkap dia dalam Konferensi Pers IKI September 2023, beberapa waktu lalu.