Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyatakan jelang natal dan tahun baru terjadi kenaikan impor bahan makanan dan minuman sebesar 15% dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan kenaikan impor tersebut adalah sesuatu yang normal terjadi setiap tahunnya. Hanya saja peningkatan impor tersebut, lanjutnya, tidak sebesar saat memasuki bulan ramadan.
"Kalau lebaran bisa rata-rata sebesar di atas 30% kenaikan impornya. Kalau natal dan tahun baru peningkatannya hanya 10% hingga 15% saja, katanya di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (11/11).
Adhi pun menuturkan, sejauh ini untuk perayaan natal dan tahun baru stok makanan dan minuman di dalam negeri masih dapat mencukupinya.
"Saya tidak melihat ada peningkatan signifikan dari mamin impor. Sebetulnya untuk kebutuhan natal dan tahun baru dari dalam negeri saja sudah cukup, tidak ada masalah," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim mengatakan komoditas impor yang mengalami kenaikan biasanya datang dari gandum, keju, dan minuman yang tidak diproduksi di dalam negeri.
Bahan-bahan ini, lanjutnya, adalah bahan makanan yang biasanya digunakan untuk kebutuhan selama perayaan natal dan malam tahun baru.
"Biasanya untuk kebutuhan-kebutuhan khusus dalam acara natal gitu. Mungkin gandum atau minuman-minuman yang tidak diproduksi di sini," ucapnya.
Sementara itu, jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), impor gandum pada tahun 2018 tercatat sebesar 10,1 juta ton atau sebesar US$2,57 miliar. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 11,43 juta ton atau US$2,64 miliar.
Sementara itu, impor gandum terbesar di tahun 2018 masih datang dari Australia sebesar US$639 juta, disusul Ukraina US$578 juta, dan Kanada US$571,6 juta.