Jelang pemilihan umum (pemilu) 2019, rata-rata nilai transaksi Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami perlambatan. Pada Februari 2019, frekuensi transaksi harian rata-rata sebanyak 449.000 kali dengan nilai transaksi harian rata-rata sebesar Rp9,47 triliun.
Angka tersebut lebih rendah 10,9% dibandingkan dengan frekuensi harian rata-rata 464.000 kali dan nilai transaksi harian rata-rata Rp10,75 triliun pada bulan Januari 2019.
“Transaksi slow down sedikit karena ada pemilu. Ini wajar juga karena investor masih menunggu,” kata Direktur Utama Inarno Djajadi di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (2/4).
Kendati demikian, secara umum, transaksi harian rata-rata BEI masih baik jika dibandingkan secara tahunan. Sebab, tahun ini nilai transaksi harian rata-rata masih menembus Rp10 triliun dibandingkan dengan tahun lalu Rp8,5 triliun.
Inarno mengatakan, berkaca pada sejarah, tahun politik di periode sebelumnya tidak terlalu berpengaruh ke pergerakan indeks ataupun transaksi pasar modal secara signifikan.
“Setidaknya pasca penerapan settlement T+2 justru RNTH dari frekuensi naik menjadi 460.000 kali dari sebelumnya sebesar 382.000 kali,” ujar Inarno.
Performa emiten
Di sisi lain, Inarno menilai performa emiten di tahun politik ini stagnan karena minim aksi korporasi. Inarno mengingatkan emiten untuk meningkatkan performanya.
"Kami memang selalu secara rutin mengadakan pertemuan dengan emiten dan calon emiten. Tentunya kita berharap mereka untuk meningkatkan performance dan governance-nya," kata dia.
Meski demikian, ia mengaku, BEI tidak secara spesifik meminta para emiten untuk melakukan aksi korporasi tertentu. "Tapi kami selalu mendukung mereka untuk terus meningkatkan performance," ujarnya.