Pelaku industri otomotif Jepang menyatakan siap untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia. Deputy CEO Toyota Corp. Susumu Matsuda mengatakan Toyota bersama Daihatsu akan memproduksi mobil listrik hibrida di Indonesia pada tahun 2022. Jenisnya antara lain SUV dan MPV.
“Kami menilai, kedua jenis tersebut yang akan lebih diminati konsumen di Indonesia. Kami sedang mempersiapkan produksinya,” tutur Matsuda dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (30/5).
Untuk memasarkan kendaraan listrik, pihaknya juga akan fokus dengan pengembangan teknologinya di Indonesia. “Hal ini untuk memberikan pelayanan utama kepada konsumen kami, sesuai budaya perusahaan, agar mereka praktis menggunakan kendaraan listrik,” ujarnya.
Toyota juga memberikan apresiasi kepada Indonesia terhadap pelaksanaan studi mobil listrik dengan para pemangku kepentingan termasuk menggandeng perguruan tinggi.
“Hasil dari penelitian tersebut, bahwa mobil hibrida dapat mengurangi konsumsi bensin hingga setengahnya. Ini menjadi salah satu solusi yang cukup realistis,” katanya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian tengah menyiapkan regulasi mengenai kendaraan listrik. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam kunjungannya ke Jepang melakukan sosialisasi terkait regulasi tersebut.
“Pemerintah akan mengeluarkan aturan terkait kendaraan listrik. Nantinya diberikan tenggat waktu atau periode transisi selama dua tahun. Maka itu, kami berharap, pelaku industri otomotif yang ada di Jepang bisa mulai merealisasikannya di tahun 2021 atau 2022,” tuturnya.
Airlangga mengatakan regulasi ini akan mengatur mengenai potensi implementasi dari percepatan electric vehicle dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) .
“PPnBM sedang disusun oleh pemerintah, kami komunikasikan dengan pelaku industri otomotif di sini,” kata dia.
Lebih lanjut, Airlangga optimistis, dengan kemampuan yang telah dimiliki Indonesia, sejumlah produsen otomotif skala global sedang merencanakan persiapan untuk peluncuran kendaraan listrik di Indonesia dalam waktu dekat.
“Bahkan, dengan kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah, cukup mengkompensasi perbedaan harga antara kendaraan listrik dengan kendaraan internal combustion engine (ICE) yang ada sekarang,” ujarnya.
Perbedaan harga itu diyakini mampu mendorong sebagian konsumen untuk beralih dari yang sebelumnya menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. Sebab, akan ada keuntungan bagi pengguna kendaraan listrik, terutama efisiensi terhadap konsumsi bensin.
“Apalagi, ada hybrid car itu yang sampai hemat 50%. Selain itu, adanya kemudahan dari maintenance dari kendaraan-kendaraan berbasis elektrik,” ungkapnya.
Dalam rangkaian kunjungan ke Jepang, Airlangga mendatangi pabrik baterai EVE di Hamamatsu. Dari kunjungan itu, Airlangga melihat, Indonesia punya potensi besar dalam penyediaan bahan bakunya. Sebab, Indonesia akan memiliki pabrik yang memproduksi material energi baru dari nikel laterit.
Potensi itu misalnya melalui investasi PT QMB New Energy Materials di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, yang ditargetkan bakal beroperasi pada pertengahan tahun 2020. Total investasi yang ditanamkan sebesar US$700 juta dan akan menghasilkan devisa senilai US$800 juta per tahun.
“Proyek industri smelter berbasis teknologi hydrometallurgy tersebut akan memenuhi kebutuhan bahan baku baterai lithium generasi kedua nikel kobalt yang dapat digunakan untuk kendaraan listrik,” ujarnya.