Jiwasraya dan cengkeraman asing di industri asuransi jiwa RI
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membentuk holding asuransi untuk meningkatkan kapasitas perusahaan-perusahaan BUMN semakin kuat dalam persaingan di pasar asuransi nasional dan global.
PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) ditunjuk sebagai induk holding tersebut. Anggotanya terdiri dari PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo, Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) atau Askrindo dan PT Jasa Raharja (Persero).
Sementara itu, PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero), PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) alias Taspen dan, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) alias ASABRI masih dikecualikan dalam pembentukan holding tersebut. Apabila sudah siap, perusahaan-perusahaan tersebut akan masuk ke dalam holding asuransi.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga menjelaskan pembentukan holding BUMN sedang dalam proses dan ditargetkan selesai pada tahun ini. Pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar pembentukan holding tersebut.
"Kami menunggu PP-nya, kami harapkan prosesnya cepat," ujarnya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Jakarta, Rabu (15/1).
Arya menambahkan, hasil keuntungan dari holding digunakan untuk merestrukturisasi perusahaan asuransi lainnya. "Dari holding ini diharapkan ada dividen dari masing-masing asuransi. Nanti dividennya akan dipinjamkan ke asuransi Jiwasraya," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir memperkirakan holding asuransi akan menghasilkan dana segar Rp1,5 triliun-Rp2 triliun per tahun.
Kementerian BUMN telah mengadakan beberapa pertemuan terkait pembentukan holding asuransi. "Kalau masalah holding memang sudah, kami dilibatkan untuk pembentukan Holding Perasuransian dan Penjaminan dan sudah proses ke RAK antarlembaga dan sebagainya," kata Direktur Utama Jasa Raharja Budi Rahardjo di Kantor Kementerian BUMN pada hari yang sama.
Penyehatan BUMN asuransi
Perusahaan asuransi pelat merah kerap dirundung masalah. Teranyar, PT Jiwasraya (Persero) dan PT ASABRI (Persero) mengalami kerugian dalam portofolio investasi di bursa saham. Bahkan, Jiwasraya mengalami gagal bayar polis JS Saving Plan sebesar Rp12,4 triliun per Desember 2019.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengaku masih fokus untuk melakukan penyehatan di tubuh Jiwasraya. Untuk ASABRI, pihaknya masih melakukan investigasi bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tiko, sapaan akrabnya, mengatakan opsi penyelamatan ASABRI akan berbeda dengan Jiwasraya. "Karena ASABRI itu asuransi sosial, bukan asuransi private. Jadi tidak bisa, dalam konteks B to B (business to business) agak sulit karena mereka asuransi sosial," terangnya di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1).
Pihaknya tengah menyusun opsi penyelamatan ASABRI dengan melibatkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Di kantornya, Mahfud mengatakan dirinya akan memanggil Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menduga adanya korupsi di tubuh ASABRI yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp10 triliun.
"Modus operandinya sama (dengan Jiwasraya). Akan mungkin ada beberapa orangnya yang sama, tapi nantilah yang penting itu akan dibongkar," ungkapnya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan pihaknya tengah mencari cara untuk mendapatkan dana bagi ASABRI. “Kami lagi hitung. Kami lagi cari-cari solusi. Kita tunggu saja,” katanya di sela acara FGD Solusi Carut Marut Jiwasraya di Gedung DPR/MPR, Jakarta pada Rabu (15/1).
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan ada dua skema penyelamatan Jiwasraya yaitu melalui paket-paket inisiatif bisnis dan pembentukan holding asuransi. "Anda tahu, tidak ada bail out (dana talangan pemerintah) untuk asuransi, adanya bail in untuk asuransi. Bail in dari pemegang saham. Selama ini pakai mekansisme bisnis," jelasnya di Jakarta pada kesempatan lain.
Oleh karena itu, pihaknya membentuk anak usaha Jiwasraya Putra dengan menggandeng empat perusahaan BUMN sebagai distributor yaitu PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
Keempat BUMN itu menjadi distibutor layanan Jiwasraya dan tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk mendapatkannya. Sebagai gantinya, mereka mempunya kepemilikan saham di Jiwasraya Putra. Menurutnya, kerja sama ini adalah win-win solution bagi Jiwasraya dan empat BUMN lainnya.
"Jiwasraya dari mana bisa membayar? Jiwasraya menguasai kurang lebih dari 65% (Jiwasraya Putra). Dari 65% itu yang didivestasi ke strategic partner. Uang itu untuk membayar kewajiban-kewajibannya," jelasnya.
Hexana mengungkapkan, pihaknya tengah mencari investor untuk memperkuat permodalan Jiwasraya Putra. Hingga kini, terdapat lima calon investor yang sudah menjalani uji tuntas (due dilligence) oleh Kementerian BUMN. “Kita belum masuk ke-bidding (penawaran),” tambahnya.
Reformasi
Menanggapi kasus Jiwasraya dan ASABRI, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berpendapat proses pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus diperkuat. Pengawasan tidak hanya dilakukan melalui audit, namun substansi kondisi lembaga keuangannya juga harus diperhatikan.
"Kalau suatu perusahaan itu disebut baik, itu signaling-nya seperti apa? Arah ke depannya dia akan seperti apa? Jadi tidak hanya audit, satu demi satu tahun selesai, tapi kemudian ternyata buruk," jelasnya usai dilantik sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ex-Officio Kementerian Keuangan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (14/1).
Kemudian, pemerintah berencana membentuk Lembaga Penjaminan Polis (LPP) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 53 yang mewajibkan perusahaan asuransi menjadi peserta program penjaminan polis. Adapun draf RUU masih disusun oleh pemerintah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengklaim pihaknya telah mereformasi pengawasan dan pengaturan lembaga keuangan non-bank di Indonesia sejak 2018 yang mencakup manajemen risiko, tata kelola, dan mekanisme pelaporan. Adapun, perusahaan asuransi termasuk di dalamnya.
"Kita cek sampai sejauh mana progresnya. Tapi ini sudah kita lakukan dan bahkan kita harapkan akan segera kita terapkan dan kita enforce (tegakkan)," tegasnya.
Wimboh mengatakan pihaknya tengah menyusun pedoman mengenai manajemen risiko, tata kelola, dan format pelaporannya. Ia menambahkan, penerapannya akan berbeda dengan yang sudah diterapkan pada lembaga perbankan.
Presiden Joko Widodo menegaskan dukungannya terhadap upaya reformasi yang dilakukan oleh OJK. Menurutnya, sekarang merupakan momen yang tepat untuk melakukan reformasi dari segi pengaturan pengawasan, permodalan, transparansi, dan manajemen risiko.
“Jangan sampai ada distrust (ketidakpercayaan) hingga mengganggu ekonomi kita secara umum,” tegasnya dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2020 di Jakarta, Kamis (16/1).
Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Muhammad Ichsanuddin mengatakan pihaknya banyak mendapat masukan terkait revisi Undang-Undang No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK).
Pasalnya, KSSK belum memasukkan elemen asuransi dalam simulasi keuangannya. Hal ini masih menjadi kendala bagi OJK. “(Revisi) Itu sudah dikaji Kemenkeu (Kementerian Keuangan). Nanti kita sounding-sounding dalam proses omnibus law ini. Kita enggak memaksakan itu. Itu hak pemerintah,” terangnya kepada Alinea.id belum lama ini.
Ichsanuddin mengatakan hal yang menimpa Jiwasraya bukan masalah regulasi semata, melainkan juga tata kelola internal perusahaan. Laporan keuangan Jiwasraya pernah ditolak (disclaimer) oleh BPK pada 2007 dan hal yang sama terjadi pada 2017 ketika lembaga akuntan publik menilai laporan keuangan Jiwasraya tidak wajar.
Dia menambahkan, terdapat empat lini pengawasan keuangan yaitu direksi, komisaris, kantor akuntan, dan regulator. “Pemain di sektor mana? Apakah bermain di produk? Bukan. Ini karena investasi di saham dan reksa dana di saham-saham seperti itu yang kata orang gorengan. Dari sisi investasinya diperbaiki,” tegasnya.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan pihaknya memang mengatur dan mengawasi industri di bawah sektor jasa keuangan (SJK). Namun, untuk ASABRI dan Taspen, mereka tidak menjual produk seperti asuransi umum dan asuransi jiwa.
"Tapi mereka mengelola dana pensiun, mereka juga mengambil dana dari APBN untuk operasional sehingga pengawasannya tidak sepenuhnya ada di OJK," jelasnya saat berbincang dengan Alinea.id baru-baru ini.
Sekar menjelaskan, pengawasan ASABRI dilakukan secara eksternal dan internal berdasarkan Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2015. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Kementerian Pertahanan, Mabes Polri, Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, dan auditor independen. Adapun pengawasan internal dilakukan di bawah ASABRI sendiri.
Cengkeraman asing
Di sisi lain, dominasi kepemilikan asing dalam industri perasuransian nasional menjadi tantangan bagi holding BUMN Asuransi. Perusahaan asuransi nasional dan patungan (asing-lokal) saling bersaing memperebutkan pasar asuransi di Indonesia.
Berdasarkan catatan OJK, perusahaan asuransi nasional masih menguasai sektor asuransi umum dengan menguasai 74,44% dari total aset yang mencapai Rp144 triliun pada 2018. Di sisi lain, perusahaan patungan menjadi penguasa di sektor asuransi jiwa dengan menguasai 66,16% dari total aset yang mencapai Rp521 triliun.
Ichsanuddin mengatakan, pemerintah sudah membatasi kepemilikan asing dalam PP No.14 tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahan Perasuransian. “Regulasi kita kan ada PP 14 itu. Asing maksimum 80%,” ujarnya.
Dalam beleid tersebut, batasan kepemilikan asing tersebut dikecualikan bagi perseroan tertutup yang kepemilikan asingnya telah melampaui 80% sebelum berlakunya PP 14. Namun, perseroan tersebut tidak diperkenankan menambah porsi kepemilikan asing mereka.
Menurut data OJK, sebanyak 13 dari 23 perusahaan asuransi jiwa patungan memiliki porsi kepemilikan asing minimal 80% pada 2018. PT Hanwha Life Insurance Indonesia memiliki porsi kepemilikan asing terbesar, yakni sebesar 99,61% oleh Hanwha Life Insurance Co. Ltd.
Adapun PT Asuransi Jiwa Sequis Life memiliki porsi kepemilikan asing terkecil, yaitu hanya 0,01% yang dipegang oleh Nippon Life Insurance Company.