close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo membantah telah menjatuhkan pilihan kepada Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru. / Antara Foto
icon caption
Presiden Joko Widodo membantah telah menjatuhkan pilihan kepada Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru. / Antara Foto
Bisnis
Jumat, 23 Agustus 2019 00:34

Jokowi bantah ibu kota resmi pindah ke Kalimantan Timur

Presiden Joko Widodo membantah telah menjatuhkan pilihan kepada Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru.
swipe

Presiden Joko Widodo membantah telah menjatuhkan pilihan kepada Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru.

Jokowi dengan tegas membantah pernyataan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil yang menyebutkan bahwa lokasi baru ibu kota negara sudah dipastikan pindah ke Provinsi Kaltim.

Menurut Jokowi, hingga kini pihaknya masih melakukan serangkaian kajian. Sehingga, lokasi dipindahkannya ibu kota belum dapat dipastikan ke provinsi mana.

"Masih tunggu satu, dua kajian," ujarnya kepada awak media usai konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/8) petang, tentang kondisi tanah Papua pascakerusuhan.

Jokowi tidak membeberkan mengenai kajian apa saja yang belum dilengkapi tentang rencana pemindahan ibu kota. Yang pasti, ia mengaku segera mengumumkannya ketika sudah menerima secara lengkap mengenai kajiannya.

"Akan kita umumkan pada waktunya, masih nunggu kajian, tinggal satu, dua kajian belum disampaikan kepada saya," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil memastikan ibu kota negara akan pindah ke Provinsi Kalimantan Timur.

"Kalimantan Timur, tapi lokasi spesifiknya yang belum," kata Sofyan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.

Sofyan menegaskan pengadaan lahan untuk kebutuhan ibu kota ini masih menunggu pengumuman resmi lokasi pasti ibu kota baru oleh Presiden.

Ia memastikan kebutuhan lahan ibu kota baru untuk tahap pertama memerlukan tanah seluas 3.000 hektare yang akan dimanfaatkan guna pembangunan kantor pemerintahan.

"Setelah itu luas perluasannya bisa 200.000-300.000 ha, sehingga bisa bikin kota, dengan taman kota yang indah, banyak tamannya, orang bisa hidup sehat dan udara bersih. Kita harapkan jadi kota menarik buat dihidupi," kata Sofyan.

Payung hukum

Politisi DPR meminta payung hukum untuk pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan. Sehingga, pemindahan ibu kota tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat.

Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, untuk bisa merealisasikan pemindahan ibu kota, Presiden Joko Widodo harus secara resmi memberikan surat pemberitahuan kepada DPR. 

Dia menilai, jika pemindahan ibu kota dengan terpakasa dilakukan tanpa ada Undang-undang, hal itu akan membuat polemik di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya melakukan suatu mekanisme dalam konstitusi jika ingin merealisasikan pemindahan ibu kota. 

"Kalau kemudian sudah terlalu jauh berjalan, payung hukumnya enggak ada, apakah nanti DPR dipaksa untuk menyetujui untuk dijadikan Undang-undang pemindahan ibu kota, padahal Undang-undang belum ada," tutur Hidayat di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta. 

Menurut dia, Undang-undang penetapan Ibu Kota DKI Jakarta yang saat ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 juga mesti direvisi terlebih dahulu. 

"Kan harusnya (UU) ini dikoreksi dulu, dianulir untuk dibuat UU yang baru. Kalau hanya minta izin silakan, tapi seharusnya diusahakan untuk mendapatkan izin. Kalau menurut saya harus diusahakan secara runut. Sehingga payung hukumnya kuat di negara hukum Indonesia," kata Hidayat. 

Senada, Anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan, wacana pemerintah untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan harus dimulai dari usulan pembentukan UU khusus ibu kota negara yang baru. 

Yandri juga mengatakan, apabila nantinya undang-undang ibu kota negara yang baru disetujui DPR, maka dalam beleid pasal dalam UU itu, harus disematkan bahwa Jakarta masih berlaku sampai ibu kota negara baru berfungsi. 

"Maka, kalau hari ini, misalkan pemerintah sudah mulai menganggarkan atau menentukan tempat, menurut saya sebagai anggota DPR yang paham tentang bagaimana kita mengatur regulasi tentang bernegara, unsur-unsur kepatutan yang dilakukan pemerintah belum terpenuhi," tuturnya. 

Oleh karena itu, kata Yandri, hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah adalah untuk segera mengajukan Rancangan UU pemilihan ibu kota di mana, kapan targetnya, berapa luasanya, bagaimana efek sosial di sana. Termasuk juga pengaruh lingkungannya bagaimana, dalam hal ini harus ada naskah akademiknya. 

Anggota Komisi V DPR Fraksi Gerindra Bambang Haryo mengungkapkan, sampai saat ini mitranya yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal belum juga menyampaikan kajian akademisnya mengenai pemindahan ibu kota ke Kalimantan. 

"Lembaga perguruan tinggi saja enggak ada yang dilibatkan, saya sendiri juga heran begitu saya tanya UI, ITS ini kan tekniks ya ITB dan sebagainya, itu enggak (dilibatkan) juga. Jadi berarti masa kita mengkaji sendiri, putusin sendiri," tutur Bambang Haryo. 

Belum lagi, lanjut Bambang Haryo, Kalimantan yang menjadi pusat paru-paru dunia. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan tentu akan menghabisi lahan hutan. 

"Padahal kondisi hutan kita ini sudah tinggal sedikit, tinggal 127 juta hektar. Tapi kondisinya juga tidak terawat, terus ditambah lagi dirusak. Kalau itu dipakai untuk kepentingan ibu kota ini kira-kira bagaimana kajian-kaijan teknis daripada kehutanan itu sendiri. Jadi, itu yang kami merasa DPR ini dilewati," kata Bambang Haryo. (Ant)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Selamat siang. Ibu kota negara kita akan pindah. Letaknya di Pulau Kalimantan. Di mana pastinya, sejauh ini telah mengerucut ke salah satu provinsi: bisa di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Segala aspek dalam proses pemindahan itu -- skema pembiayaan, desain kelembagaan, payung hukum regulasi mengenai pemindahan ibu kota -- sedang dikaji secara mendalam dan detail, sehingga keputusan nanti benar dalam visi ke depan kita. Pengalaman negara-negara lain dalam pemindahan ibu kota juga dipelajari untuk kita antisipasi hambatannya. Sebaliknya, faktor-faktor kunci keberhasilan yang bisa kita adopsi, kita adaptasi. Dalam memutuskan pemindahan ibu kota ini, posisi saya bukan sebagai kepala pemerintahan, tetapi sebagai kepala negara. Kita harus melihat visi besar berbangsa dan bernegara untuk 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun yang akan datang.

A post shared by Joko Widodo (@jokowi) on

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan