Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, berbagai tantangan dihadapi dalam upaya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Salah satunya, mengendalikan kondisi kesehatan sekaligus perekonomian pada saat bersamaan.
Jokowi bercerita, pada awal pandemi, tidak ada negara di dunia yang memiliki pengalaman maupun standar dalam menangani situasi tersebut. Hal ini berimbas pada turbulensi atau guncangan ekonomi.
"Bagaimana mengendalikan kesehatan dan ekonomi, pandemi versus ekonomi? Bukan hal yang mudah," kata Jokowi dalam sambutannya pada "Mandiri Investment Forum" yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (1/2).
Jokowi sempat kebingungan dalam memenuhi stok masker, alat pelindung diri (APD), hingga ventilator yang menjadi kebutuhan masyarakat maupun tenaga kesehatan (nakes). Jokowi dan para menteri bahkan sampai tak tidur pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Ngurusi pandemi saja enggak pernah tidur kita. Tanya ini tokoh-tokohnya ada di sini semua, Pak Airlangga, Pak Luhut, Pak Erick. Untungnya enggak sampe kurus badannya," seloroh Jokowi.
Kesulitan lainnya, sambung Jokowi, menyediakan kebutuhan stok vaksin Covid-19. Ini menjadi tantangan mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia yang harus divaksin, apalagi seluruh negara juga ingin segera mendapatkan vaksin pada awal pandemi.
"Kalau vaksin hanya sejuta-dua juta, mudah. Tapi, negara kita ini negara besar, 280 juta orang yang tersebar di 17.000 pulau, bukan hal yang mudah," tuturnya.
Kendati demikian, Jokowi bangga dengan perkembangan vaksinasi Covid-19 di Indonesia yang mencapai lebih dari 450 juta dosis. Bahkan, capaian vaksinasi Covid-19 di Indonesia masuk 5 besar dunia.
"Bayangkan, kita harus menyuntik masyarakat kita di atas gunung, harus nyebrang sungai untuk menyuntikkan [vaksin] ke masyarakat-masyarakat di pulau-pulau terluar. Tapi, menyuntik 450 juta itu bukan barang yang mudah," ucap Jokowi.
Jokowi pun kembali menyinggung usulan karantina wilayah (lockdown) yang sempat ramai pada awal pandemi. Dia mengungkapkan, permintaan lockdown banyak datang dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
"Kita memang harus bersyukur, pandeminya bisa kita kendalikan tanpa lockdown. Itu dulu, kalau kita survei satu ruangan, saat awal-awal pandemi, pasti 90% minta lockdown semuanya. Utamanya yang menengah atas, itu mintanya pasti lockdown. Menteri juga sama, 80% [minta] lockdown, Pak," ujarnya.
Kendati demikian, menurut Jokowi, opsi lockdown dalam pengendalian pandemi di Indonesia akan berdampak terhadap kondisi yang lebih luas di masyarakat. Pasalnya, harus bertahan dengan stok bahan makanan atau tabungan yang terbatas.
"Tapi, kita ini, kan, ngitung juga masyarakat kita yang lain. Begitu kita lockdown, hitungan saya saat itu, enggak ada 3 minggu, kita pasti sudah rusuh karena tabungan mereka, stok mereka, bahan makanan mereka enggak akan bisa lebih dari itu. Sehingga, meskipun saat itu kita gagap-gugup, tetapi saya masih tenang, jernih, dan bisa memutuskan, dan alhamdulillah tidak keliru," papar Jokowi.
Oleh karenanya, bagi Jokowi, kondisi yang mampu dicapai Indonesia saat ini patut disyukuri. Terlebih, situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air diklaim terkendali, termasuk keputusan pemerintah mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Kalau kita ingat di 2020, kemudian di 2021, kemudian di 2022, wajib hukumnya kita bersyukur. Karena apa? Kita bisa mengendalikan Covid dengan baik dan akhir tahun 2022 kemarin, di Desember, PPKM sudah dicabut," tutur dia.