Empat tahun pemerintah Jokowi-JK telah menambah utang luar negeri senilai US$61 miliar atau membengkak 53% dari periode akhir SBY-Boediono.
Berdasarkan statistik utang luar negeri (ULN) yang dirilis Bank Indonesia, Jumat (17/8), utang luar negeri pemerintah telah mencapai US$175,35 miliar setara Rp2.542 triliun (kurs Rp14.500 per dollar Amerika Serikat).
Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla telah menambah utang dalam empat tahun terakhir senilai US$61 miliar setara Rp884,5 triliun. Tercatat, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono, total utang luar negeri pemerintah sebesar US$114,29 miliar pada Desember 2013.
Laju utang pemerintah jauh lebih cepat ketimbang bank sentral dan swasta. Secara keseluruhan, total utang luar negeri Indonesia mencapai US$360,53 miliar setara Rp5.082 triliun per akhir Oktober 2018.
Tabel perbandingan utang pada akhir periode SBY-Boediono dengan Jokowi-JK dalam juta dollar AS:
Utang Luar Negeri |
2013 |
Okt 2018 |
Perubahan (%) |
Pemerintah |
114.294 |
175.352 |
53.42 |
Bank Indonesia |
9.255 |
2.983 |
-67.77 |
Swasta perbankan |
24.431 |
32.52 |
33.11 |
Swasta non bank |
7.947 |
10.069 |
26.70 |
Swasta non lembaga keuangan |
110.183 |
139.608 |
26.71 |
Total |
266.109 |
360.532 |
35.48 |
BI mengklaim, ULN Indonesia pada akhir Oktober 2018 masih terkendali dengan struktur yang sehat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Oktober mencapai US$360,53 miliar.
Total ULN tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral senilai US$178,3 miliar, serta utang swasta termasuk Badan usaha milik negara (BUMN) senilai US$182,2 miliar. Secara keseluruhan, ULN Indonesia bertambah 5,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Laju pertumbuhan ULN per akhir Oktober juga lebih kencang dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,2% yoy. Meningkatnya ULN per akhir Oktober 2018 itu bersumber dari petumbuhan utang pemerintah dan swasta sekaligus.
Khusus utang pemerintah, terjadi pertumbuhan 3,3% yoy menjadi US$175,4 miliar. Penambahan itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tumbuh 2,2% yoy.
Kendati meningkat, BI menjelaskan nilai nominal ULN pemerintah pada Oktober 2018 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan September 2018 yang mencapai US$176,1 miliar.
"Penurunan tersebut terutama disebabkan turunnya posisi pinjaman dan surat berharga negara (SBN) oleh investor asing," tulis BI.
Setali tiga uang, ULN swasta pada Oktober juga meningkat. Tercatat, ULN swasta tumbuh 7,7% yoy atau lebih kencang ketimbang bulan sebelumnya 6,7% yoy. Pertumbuhan ULN swasta didorong oleh sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas.
Sebagian besar ULN swasta dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri keuangan, sektor uap/air panas, serta sektor pertambangan dan penggalian. Keempat sektor tersebut memiliki porsi 72,9% terhadap total ULN swasta.
Meski bertambah, BI mengklaim ULN Indonesia masih tetap sehat. Hal itu tercermin dari rasio ULN terhadap Produk domestik bruto (PDB) pada akhir Oktober 2018 masih stabil di level 34%.
Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rerata negara sejenis. Struktur ULN Indonesia juga masih didominasi tenor jangka panjang dengan porsi 86,9% dari total utang.
"Bank Indonesia dan pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," begitu pernyataan bank sentral.