close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan (ketiga kiri) dan Plt Dirut PLN Djoko Abumanan (kedua kanan) berbincang dengan pengguna listrik tenaga surya seusai meninjau
icon caption
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan (ketiga kiri) dan Plt Dirut PLN Djoko Abumanan (kedua kanan) berbincang dengan pengguna listrik tenaga surya seusai meninjau "mockup" rumah listrik surya pada acara Kampanye Penggunaan Listrik Surya At
Bisnis
Minggu, 28 Juli 2019 14:43

Jonan dorong gubernur bikin aturan wajib pasang panel surya

Pemerintah mendorong penggunaan atap rumah dengan panel surya untuk energi ramah lingkungan.
swipe

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pemerintah daerah berkontribusi untuk program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Menteri ESDM Ignasius Jonan mengajak pemimpin daerah bisa mendorong warga menggunakan panel surya di rumahnya.

“Pemda punya wewenang untuk mewujudkan hal ini. Kalau saya jadi Gubernur, saya akan bikinkan peraturan," ujarnya dalam sambutan Kampanye Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (28/7).

Regulasi yang dimaksud bisa direalisasikan dalam bentuk peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan daerah (Perda) di masing-masing daerah. 

Dalam regulasi tersebut, kata Jonan, setiap warga yang mengajukan izin mendirikan bangunan (IMB) dengan luas bangunan tertentu, diwajibkan memasang panel surya di atap bangunannya.

"Pengajuan IMB untuk bangunan di atas 250 meter persegi wajib pasang PLTS atap," ujarnya. 

Jonan mengatakan aturan semacam ini akan mengikat masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penggunaan energi baru terbarukan (EBT) tersebut.

Dengan demikian, langkah ini juga akan mendukung target pemerintah dalam bauran energi terbarukan dari 5% pada 2015 menjadi 23% pada 2025. 

"Dalam praktiknya, bisa bekerja sama dengan PLN. Kalau lima tahun tidak pasang, misalnya, listriknya diputus. Supaya penggunaan energi jauh lebih ramah lingkungan," paparnya.

Untuk diketahui, dari target bauran energi terbarukan menjadi 23%, proyeksi PLTS adalah sebesar 6,5 GWp pada tahun 2025. 

Jonan berharap, dalam lima tahun ke depan, dari 10 juta pelanggan PLN, ada satu juta pelanggan yang sudah memasang atap bertenaga surya. 

"Dari 10 juta pelanggan PLN, berharap dalam lima tahun ke depan, kira-kira 10 persennya bisa memasang pembangkit listrik tenaga surya." ucap Jonan. 

Biaya masih mahal

Di sisi lain, Jonan mengatakan, pemakaikan PLTS diperlukan sebagai energi untuk memperbaiki lingkungan. Jonan pun mengaku atap rumahnya sudah atap bertenaga surya untuk menggantikan listrik. 

"Rumah saya pribadi (sudah memasang) 15,4 kWp (kilowatt-peak). Cara berpikirnya harus diubah, bukan kalau memasang ini akan mengurangi energi listrik, tapi ini pembangkit listrik ramah lingkungan," ujar Jonan.

Jonan juga mengatakan, penggunaan energi listrik surya atap juga sudah mulai banyak digunakan di berbagai tempat, seperti Istana Negara hingga kantor Kementerian.

"Istana juga pasang 260 kwp, kapan ya tahun lalu selesai. Kantor Kementerian ESDM pasang 160 kwp," tuturnya.  

Jonan berharap ke depan penggunaan listrik surya atap bisa kian masif seperti untuk skala industri dan gedung perkantoran. 

Menurut dia, pemasangan listrik surya atap akan mendatangkan keuntungan. Baik bagi untuk industri, perkantoran, hingga rumah tangga. Misalnya saja, penghematan tagihan listrik mencapai 60%.

Meski begitu, Jonan tak menampik salah satu yang jadi kendala saat ini ialah soal harga yang masih tinggi. Namun, jumlah itu sebanding sebagai investasi pengeluaran dan keberlanjutan lingkungan di masa mendatang. 

"Memang harganya masih cukup tinggi, satu kWp senilai US$1.000 (sekitar Rp14.000). Tapi kalau misalnya dipasang, uangnya kembali dalam 8-9 tahun," ucapnya. 

Untuk diketahui, harga panel surya di Indonesia saat ini sudah berada di kisaran US$1/Watt peak (Wp) atau US$1.000/kilowatt peak (kWp).  

Jika dikonversi dalam rupiah, harga panel surya dengan kapasias 1 kWp, sekitar Rp14 juta (kurs JISDOR Rp14.001 per dollar Amerika Serikat). 

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan