Jonan: Keuangan Pertamina seret
Meski resmi mengambilalih Blok Rokan dari Chevron, kondisi keuangan PT Pertamina (Persero) ternyata tengah seret.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan kondisi keuangan Pertamina tidak dalam ambang kebangkrutan.
"Kalau anda bilang Pertamina keuangannya seret, itu betul. Saya enggak bilang bangkrut loh ya. Tapi masih bisa jalan enggak? Bisa," kata Jonan, Rabu (1/8).
Alasan tersebut dibeberkan Jonan berdasarkan pengambilalihan Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia oleh Pertamina. Menurutnya, untuk mengajukan proposal di Blok Rokan haruslah memiliki modal yang besar. Saat Pertamina mengajukan pengambilalihan, maka itu bisa diasumsikan bahwa Pertamina masih memiliki uang besar.
Dia menjelaskan, terdapat tiga hal yang membuat Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mampu menjalankan tugas yang diberikan oleh pemerintah. Pertama adalah Pertamina memiliki resources yang sangat besar, dengan pangsa pasar yang besar.
"Pertamina itu resources-nya besar sekali, apa yang dia kerjakan itu dari segi market share-nya besar, tinggal caranya saja mengelola ini harus menyesuaikan dari waktu ke waktu," kata Jonan.
Kedua, Pertamina dibangun untuk bangsa Indonesia, bukan sebaliknya. Karena Pertamina sebagai perusahaan pelat merah bidang migas dibangun untuk menopang dan mendukung kegiatan migas di Indonesia.
"Menurut pemahaman saya, jika bangsa Indonesia dibangun untuk Pertamina, saya kira tidak pas, ini mesti disandingkan dengan Undang-Undang (UU) BUMN. UU BUMN harus dilihat secara komprehensif," lanjutnya.
Terakhir, Jonan menegaskan bahwa tidak ada sedikitpun keinginan pemerintah untuk membuat Pertamina itu bangkrut. Karena dari setiap kebijakan yang akan dibuat, presiden selalu merundingkan dengan Menteri BUMN dan dirinya.
"Setiap kebijakan, Bapak Presiden selalu merundingkan dengan Menteri BUMN dan saya, sanggup enggak? Sanggup Pak. Ya sudah kita jalan," pungkas Jonan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tidak hanya memberikan tugas kepada Pertamina untuk menyediakan, mengelola dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) bagi seluruh masyarakat Indonesia, namun pemerintah juga memperkuat Pertamina dengan telah menyepakati bersama DPR kenaikan subsidi solar untuk tahun 2019 menjadi Rp2.500 per liter, atau naik sebesar Rp2.000 per liter.
Selain itu, Pemerintah juga telah memberikan 13 blok migas terminasi kepada Pertamina, termasuk yang terbaru adalah Blok Rokan, yang dikenal sebagai salah satu blok terbesar di Asia Tenggara dengan rata-rata produksi sekitar seperempat dari produksi minyak nasional atau sekitar 200.000-an barel per hari.
Rencana Pertamina
Secara terpisah, Pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan kondisi keuangan perseroan masih kuat. Buktinya, Pertamina dipercaya mengambilalih pengelolaan Blok Rokan dari Chevron.
"Dengan kita komitmen memberikan pembayaran signature bonus sebesar US$784 juta di Blok Rokan, sudah jelas bahwa keuangan Pertamina masih sangat kuat," kata Nicke di Jakarta, Rabu (1/8).
Nicke mengatakan Pertamina akan mengelola Blok Rokan setelah 2021 serta selama 20 tahun ke depan setelah kontrak tersebut berakhir tiga tahun mendatang.
Pertamina memberikan signature bonus sebesar US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun dan nilai komitmen pasti sebesar US$500 juta atau Rp7,2 triliun dalam menjalankan aktivitas eksploitasi migas. Besarnya angka tersebut juga membuktikan bahwa finansial Pertamina masih dalam kondisi baik.
Selain itu, Nicke juga menekankan adanya tambahan keuntungan sekitar Rp90 triliun dalam tiga tahun terakhir yang sebagian besar masuk menjadi return earning, sehingga menambah kapasitas investasi Pertamina.
Pertamina juga masih memiliki piutang subsidi BBM dari Kementerian Keuangan mencapai Rp20 triliun.
"Piutang ada dari subsidi, yang pembayarannya sebagian besar sudah dilakukan. Ada settlement sebesar Rp20 triliun yang akan segera dibayarkan ke Pertamina. Jadi kami sehat-sehat saja, baik-baik saja, dan akan banyak melakukan investasi," kata Nicke.
Manajemen holding BUMN migas tersebut kini tengah menyiapkan proposal untuk mencari mitra kerja pengelolaan Blok Rokan. Pertamina membuka peluang kepada pihak lain untuk mengelola Blok Rokan.
Dia menegaskan, peluang untuk melakukan kerja sama tersebut terbuka dan bertujuan untuk mitigasi risiko, baik itu risiko teknologi maupun pendanaan. Selain itu, ada dua sektor yang membutuhkan mitra kerja.
"Pertama adalah untuk penerapan teknologi baru yang disebut Enhance Oil Recovery (EOR) saat eksplorasi, sehingga dapat meningkatkan produksi minyak," ujar Nicke.
Teknologi tersebut dibutuhkan karena sumur yang dieksplorasi bukan sumur baru sehingga tingkat eksplorasinya lebih sulit.
Mengingat waktu operasi yang masih 20 tahun lagi yakni dimulai pada tahun 2021, Pertamina juga akan mempelajari teknologi tersebut.
"Untuk bisa lima kali lipat banyak hasilnya harus pakai EOR. Kami akan pelajari ini sampai 2020. Apa bisa kami mitigasi sendiri, atau kami bisa share dengan partner yang ahli soal ini," tutur Nicke.
Kemudian, pencarian partner lainya adalah untuk pendanaan yang diakui Nicke sudah ada yang menyatakan ketertarikan.
"Mitigasi risiko pendanaan. Terbuka juga peluang. Ini banyak pihak yang berminat. Peluang untuk melakukan partnership terbuka. Untuk dua mitigasi risiko itu," kata dia.
Tidak hanya pada Blok Rokan , Pertamina juga akan membuka pencarian partner untuk Blok Mahakam. Namun, sebelumnya Pertamina akan mengajukan izin terlebih dulu kepada pemegang saham dalam hal ini pemerintah. Pertamina juga akan mengkaji dan meminta pendapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menjaga keuangan Pertamina.
"Makanya kami kirim surat kepada pemegang saham untuk mengajukan izin prinsip BUMN untuk melakukan share down. Kami menyusun prosedurnya supaya aman, karena kami BUMN supaya tetap terjaga kita minta kajian opini dari BPKP," pungkasnya.
Pada awal tahun, manajemen Pertamina telah menyiapkan investasi hingga US$5,6 miliar setara Rp81,2 triliun sepanjang periode 2018. Alokasi belanja modal (capital expenditure/Capex) itu meningkat dari realisasi tahun sebelumnya US$4 miliar.
Dari total Capex US$5,6 miliar tersebut, sebesar 55%-60% akan dialokasikan untuk investasi di sektor hulu migas, termasuk akuisisi blok di dalam dan luar negeri. Sisanya, akan digunakan untuk sektor hilir seperti pembangunan kilang minyak.
Sumber: Antara