Muhammad Jusuf Kalla berpamitan sebagai wakil presiden di hadapan 100 ekonom lantaran purna tugas pada 19 Oktober 2019.
Tiga hari sebelum pelantikan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2020-2024, Wakil Presiden Jusuf Kalla pamit di hadapan 100 ekonom Indonesia.
Wakil Presiden terpilih Pemilu 2014 yang akrab disapa JK tersebut mengatakan, pidatonya kali ini adalah pidato terakhirnya.
"Hari ini saya sudah mendengarkan dan bertemu banyak teman. Hari ini, sisa dua hari kerja saya di pemerintahan. Saya terima kasih, ini pidato terakhir saya di acara teman-teman," katanya saat memberi sambutan di acara "Dialog 100 Ekonom Bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla" di Jakarta, Kamis (17/10).
Dalam sambutannya, pemilik perusahan Konsorsium Kalla Group ini banyak mengulas perjalanan ekonomi Indonesia dari masa ke masa. Ia mengatakan, perjalanan ekonomi Indonesia penuh liku dan rintangan.
Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, ucapnya, Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi yang teramat dalam. Ekonomi di masa akhir pemerintahan presiden kedua tersebut terperosok hingga minus 17%, diakibatkan defisit fiskal yang terjadi.
"Tapi mulai tahun 2001 habis krisis ekonomi, kita tumbuh 3,6%. Tadinya minus 17% di 1998 dan 1999. Inflasi tembus 60%. Utang bengkak," ujarnya.
Krisis yang dialami pada masa itu, jelasnya, turut dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi makro yang membolehkan pembukaan bank dengan investasi minimal Rp10 miliar. Akibatnya, sebanyak 254 bank lahir dengan cepat.
Akhirnya, bantuan likuiditas pun terpaksa diberikan saat krisis terjadi. Namun, bantuan likuiditas itu malah dimanfaatkan oleh para pemilik bank.
"Bank di Indonesia saling keluarkan kredit, makanya langsung enggak terkontrol. Lalu di-bailout oleh pemerintah. Bank malah sengaja membangkrutkan diri agar dapat duit, terus dia (pemilik bank) kabur ke luar negeri," ucapnya.
Kondisi perekonomian mulai membaik pascareformasi. Perekonomian Indonesia sempat tumbuh hingga angka 5,6% pada tahun 2005.
Dorongan terjadi saat harga komoditas melejit dan ekonomi global membaik. Ekspor pun terdongkrak sebelum akhirnya terpapar krisis global pada 2008.
"Lalu berikutnya krisis 2008 pertumbuhan ekonomi kembali turun ke angka 4%," tuturnya.
Saat ini, ucapnya, Indonesia kembali terpapar krisis yang terjadi akibat efek perekonomian global. Meskipun memang diakui JK, tren pertumbuhan ekonomi masih cenderung lebih baik dibandingkan negara lainnya, yaitu 5%.
"Penuh konflik di sekitar kita. Asia Tenggara bisa ambil manfaat dari perang dagang (China-Amerika Serikat) itu, tapi kita enggak ambil manfaat besar, masalahnya, ekspor kita turun ke China. Batu bara turun harganya, makanya ada account deficit," terangnya.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar itu mengisahkan, era berganti, dulu perusahaan energi dan tambang menjadi primadona, dan menyumbang kekayaan terbesar bagi pemiliknya. Namun, hari ini bisnis digital menjadi tambang minyak baru.
"Sekarang yang paling kaya adalah. Microsoft, Google, Amazon, hingga Facebook. Artinya, energi dikalahkan oleh ekonomi data. Perkembangan ini yang terjadi kemudian mengubah gaya ekonomi dunia dan efeknya kepada kita," tukasnya.