Pelaksanaan Program Regenerative Forest Business Sub Hub (RFBSH), yang digagas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, belum mengembirakan sejak diluncurkan pada April 2022. Pangkalnya, belum langkah untuk menumbuhkan multiusaha kehutanan (MUK) ini tak terimplementasi dengan baik.
Oleh sebab itu, Kadin dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggagas proyek percontohan (pilot project). Strategi tersebut diharapkan meningkatkan animo pengusaha kehutaan untuk memulai model usaha kehutanan.
“Dengan piloting sebenarnya kita ingin membuktikan bahwa dengan multiusaha kehutanan ini, agroforestry ini secara ekonomi jalan, secara ekologi jalan, dan secara sosial juga jalan. Ini yang betul-betul kita mau buktikan," tutur Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Silverius Oscar Unggul, dalam Advisory Meeting ke-3 RFBSH, Jakarta, pada Kamis (20/2).
Melansir situs web KLHK, MKU diklaim sebagai salah satu konsep pengelolaan lahan berbasis lanskap yang berperan mendukung pencapaian enhnaced nationally determined contributions (NDC) dan pemenuhan target Indonesia's Forstry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030.
Kadin menghadirkan MKU sebagai peluang bagi pengusaha kehutanan dalam mendiversifikasi usahanya. Pun disebut sebagai respons atas Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja.
Oscar optimistis pilot project dapat terlaksana bahkan disebut takkan mengakibatkan deforestasi hutan Indonesia. Kilahnya, dirancang berdasarkan riset.
"Kita list dulu daftar pelaku usaha yang mau piloting dan kita berikan daftarnya ke KLHK. Sambil jalan, kalau ada yang mau piloting lagi, segera maju. Dari dulu kita pilot, pilot, pilot, mana ini list-nya? Supaya segera maju dan jadi, kita sampaikan dengan komitmen. Tadi riset dari teman-teman juga disampaikan," paparnya.
Ada lima tahapan yang akan dilalui dalam pilot projet MUK. Pertama, penguatan keberlanjutan pengelolaan di hutan alam produktif. Kedua, pengembangan potensi keberlanjutan pengelolaan MUK di hutan tidak produktif. Ketiga, kolaborasi resolusi konflik menuju keberlanjutan pengelolaan MUK.
Keempat, keberlanjutan pengelolaan berbasis keragaman sumber daya hutan seperti pemanfaatan air untuk air minum dalam kemasan (AMDK). Terakhir, kesinambungan pengelolaan MUK untuk penyerapan dan penyimpanan karbon.