Program Kartu Prakerja tidak tepat ditujukan bagi karyawan hotel dan restoran yang terkena dampak coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Para karyawan hotel dan restoran itu dirumahkan atau terkena permutusan hubungan kerja atau PHK. Mereka lebih membutuhkan bantuan uang tunai.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani berbicara dalam seminar virtual bertajuk 'Strategi Pengelola Industri Perhotelan Menghadapi Covid-19 dan Krisis' di Jakarta, Kamis (16/4), menjelaskan yang dibutuhkan para karyawan itu adalah jaring pengaman sosial.
"Bukan tidak setuju dengan Kartu Prakerja. Tetapi memang untuk saat ini desain tersebut tidak tepat. Yang paling tepat itu apabila diubah menjadi jaring pengaman sosial," kata Hariyadi.
Industri pariwisata bukannya tidak membutuhkan pelatihan di program Kartu Prakerja. Selama ini, industri pariwisata selalu melakukan pelatihan untuk karyawan mereka.
a meminta semua pihak mengecknya di Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Sektor kami ini yang paling banyak tersertifikasi terkait kompetensi," katanya.
Kartu Prakerja menjadi satu dari sekian banyak program yang didesain pemerintah sebagai stimulus untuk menyelamatkan perekonomian. Karena Covid-19, peluncuran program dipercepat dengan jumlah sasaran lebih banyak, dari 4 juta menjadi 5,6 juta orang. Anggaran juga naik, dari Rp10 triliun jadi Rp20 triliun.
Pendaftaran gelombang pertama dibuka pada Sabtu, 11 April lalu, pukul 19.00 WIB. Pendaftaran berlaku sampai Kamis (16/4) hari ini. Calon penerima program terutama pekerja informal, pelaku UKM terdampak Covid-19.
Syaratnya antara lain, sudah berumur minimal 18 tahun dan tidak sedang sekolah maupun tidak sedang bekerja. Setiap orang akan diberi kode unik 16 angka yang mewakili Kartu Prakerja digital.
Mereka akan memperoleh uang senilai Rp3,55 juta. Rinciannya, biaya pelatihan Rp1 juta untuk 3 kali kursus, lalu Rp2,4 juta untuk bantuan manfaat yang dibagi 4 bulan, dan Rp150 ribu untuk insentif pengisian survei yang dibagi tiga kali pencairan.
Hariyadi menjelaskan, pelatihan memang diperlukan buat pekerja perhotelan dan restoran. Akan tetapi, saat ini skema jaring pengaman sosial lebih dibutuhkan karyawan yang mayoritas dirumahkan atau di-PHK itu.
Ada baiknya biaya pelatihan bisa diubah seluruhnya menjadi bantuan tunai bagi karyawan hotel dan restoran yang terdampak Covid-19. Bantuan tunai lebih dibutuhkan, terutama bagi mereka yang memiliki tanggungan.
"Kami meminta biaya training diubah jadi tunai saja. Tetapi pemerintah belum setuju karena desain Kartu Prakerja adalah untuk meningkatkan kompetensi," katanya.
Hariyadi mengatakan, sampai saat ini pihaknya mencatat ada 69.978 karyawan sektor hotel dan restoran yang mengajukan aplikasi Kartu Prakerja. Mereka berasal dari 836 hotel dan restoran.
Jumlah tersebut, kata dia, diperkirakan hanya sebagian kecil dari karyawan hotel dan restoran yang terdampak pandemi Covid-19. Pasalnya, menurut dia, jumlah total pekerja industri perhotelan dan akomodasi lainnya pada 2020 paling tidak sudah mencapai 550.000 karyawan. (Ant)