Plt Direktur Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Mohamad Risal Wasal menyatakan, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang menjadi pengelola Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) meminta perpanjangan masa konsesi dari 50 tahun menjadi 80 tahun.
Permintaan perpanjangan masa konsesi ini telah ditetapkan melalui Surat Direktur Utama (Dirut) KCIC Nomor 0165/HFI/HU/KCIC08.2022 pada 15 Agustus 2022. Dalam surat tersebut terdapat permintaan PT KCIC kepada Kemenhub untuk dilakukan penyesuaian masa konsesi KCJB. Alasan perpanjangan konsesi, menurut Risal, yaitu terdapat beberapa kendala yang mengubah kelayakan bisnis pada proyek KCJB.
“Terdapat beberapa kendala, yaitu untuk meningkatkan indikator kelayakan proyek KCJB dalam memenuhi pendanaan yang cost overrun atau pembengkakan biaya. Sehingga butuh penyesuaian konsesi jadi 80 tahun,” kata Risal dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI, Kamis (8/12).
Alasan lainnya, perpanjangan masa konsesi diperlukan untuk menjaga kesinambungan proyek. Kata Risal, ini diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif ke berbagai aspek seperti sosial, politik, ekonomi, lingkungan, pendidikan, teknologi, hingga ke pendapatan negara. Sekaligus, meningkatkan hubungan erat antara Indonesia dan China.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua komisi V DPR RI, Lasarus, mempertanyakan penyebab perlunya perpanjangan masa konsesi KCJB. Ia berpendapat, padahal proyek kereta cepat ini sudah banyak menerima bantuan dari anggaran negara.
“Ini kan ada pembengkakan biaya, negara sudah mengeluarkan biaya lebih lewat PMN. Kok minta lagi tambahan konsesi dari 50 tahun jadi 80 tahun? Saya sering dapat keluhan ‘enak bener bisnisnya kok begitu?’ ya semacam keluhan itu,” tutur Lasarus.
Terkait pembengkakan biaya yang terjadi di proyek KCJB, yakni mencapai US$1.449 miliar atau lebih dari Rp221 triliun. Padahal, biaya awal ditetapkan sebesar US$6,071 miliar, dan sekarang naik jadi US$7,5 miliar.
Sementara, Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan, secara total 85% pendanaan dari Tiongkok masuk ke proyek KCIC. Besaran total tersebut terdiri dari 75% merupakan pinjaman dana oleh China Development Bank (CDB) dan 25% berasal dari equity atau modal pemegang saham, yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dari Indonesia dan Beijing Yawan dari Tiongkok yang masing-masing memiliki porsi saham 60% dan 40%.
“Memang sebenarnya secara total ada 85% pendanaan dari Tiongkok yang masuk ke KCJB, dimana 40% adalah berupa penanaman modal investasi dari BUMN Tiongkok,” ujar Dwiyana.