Badan Informasi Geospasial (BIG) menargetkan meluncurkan portal kebijakan satu peta (KSP) pada Agustus ini. Sedangkan sinkronisasi antar daerah dilakukan sambil berjalan. Untuk sementara, skala peta yang masih digunakan sebesar 1:50.000. Anggaran merealisasikan KSP yang digagas pemerintah itu, diperkirakan mencapai Rp 100 miliar per tahun.
Tetapi untuk sementara Kementerian Pertahanan belum bisa bergabung dalam program ini. Dari 19 K/L KSP, sebanyak 8 K/L sudah beroperasi, 10 belum optimal dan satu belum terkoneksi, yakni Kementerian Pertahanan. Hal itu untuk menjaga keselamatan pertahanan dan keamanan. Ada kekhawatiran bisa membocorkan jumlah aset Indonesia, khususnya yang dilakukan sumber daya asing.
"Kemenhan memang sudah mempunyai sistem seperti itu. Kalau dibuka, berpotensi membahayakan pertahanan negara. Tetapi, sebenarnya tidak ada masalah. Bisa terkoneksi tetapi nanti ditutup datanya. Ini sedang diskusi lebih lanjut," terang Kepala Badan Informasi Geospasial Hasanudin Z Abidin kepada wartawan, Senin (13/8)
Selain itu, BIG menargetkan bisa memenuhi permintaan pemerintah agar skala peta bisa mencapai 1:5.000 pada 2019. Hal itu penting dilakukan karena jika tidak berskala 1:5.000 berpotensi kurang berjalan baiknya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
"Harus bisa dan optimis (membuat peta skala 1:5.000), kalau tidak nanti RDTR mampet," ucap Hasanudin.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengatakan, KSP bukan berarti membuat peta baru. Tetapi lebih kepada agar bisa diakses secara luas, tanpa harus melihat lagi antar daerah.
Untuk diketahui, untuk penguatan simpul jaringan (SJ) sudah dilaksanakan bimbingan teknis oleh BIG sejak Maret hingga Mei 2018, yang terlaksana di sejumlah region, yakni, Sumatra, Papua dan Maluku, Sulawesi dan Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Kebijakan Satu Peta dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai kebijakan nasional dan daerah. Misalkan saja dalam hal kemudahan dan kepastian berusaha/berinvestasi. Peringkat kemudahan berusaha/Ease Of Doing Business (EODB) di Indonesia dalam dua tahun terakhir mengalami kenaikan dari peringkat 106 (2016) ke peringkat 72 (2018). Dengan adanya produk kebijakan satu peta nantinya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional.