Pascakebocoran pipa minyak yang berimbas pada kotornya perairan Karawang, Jawa Barat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan pertemuan dengan pihak Pertamina dan perwakilan pemerintah daerah untuk membahas tindak-lanjut penanganan.
"Kami duduk bersama untuk mengentaskan persoalan di lapangan, dan bagaimana supaya kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Tb Haeru Rahayu, Senin (26/4).
Tumpahan minyak tersebut harus segera diatasi, sebab bila terus meluas dapat mengancam keberlanjutan ekosistem dan mengganggu aktivitas nelayan maupun pembudidaya di area terdampak.
Di samping itu, KKP juga menerima banyak protes dari masyarakat maupun asosiasi yang meminta kementerian untuk segera melakukan tindakan. Sebab tumpahan minyak di laut, khususnya di wilayah perairan Banten juga pernah terjadi dua tahun silam.
Meski kebocoran pipa saat ini sudah teratasi, Tebe meminta Pertamina untuk meningkatkan pemeliharaan peralatan sehingga peristiwa serupa tidak terulang di lain hari. Kemudian pemulihan lingkungan pascakejadian serta kompensasi bagi masyarakat terdampak juga dimintanya untuk segera diproses.
Untuk pemulihan lingkungan dan kompensasi bagi masyarakat terdampak, Tebe meminta Pertamina melibatkan pemerintah daerah serta kelompok masyarakat. Agar, upaya yang dilakukan tepat sasaran dan tidak memunculkan polemik di kemudian hari.
"Libatkan semua pihak yang terkait, khusus untuk yang 2019 maupun yang saat ini. Kemudian untuk yang baru saja terjadi, kami minta matangkan kembali matriks schedule penyelesaiannya. Libatkan semuanya, tuntas dari hulu ke hilir," ujarnya.
Sementara itu, pihak Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) memastikan telah memperbaiki titik kebocoran yang terjadi pada pipa 16" MMF - Central Plant. Lokasi kebocoran terdeteksi pada Minggu 18 April 2021 dan langsung dilakukan perbaikan saat itu juga.
Sedangkan untuk pembersihan tumpahan minyak di laut masih dilakukan hingga saat ini dengan melibatkan masyarakat pesisir dan nelayan. Sementara alat yang dipakai di antaranya 142 kapal termasuk di antaranya kapal-kapal nelayan, empat skimmer dan 600 moveable oil boom.
"Ada 1.206 pekerja yang terlibat yang terdiri dari pekerja offshore response, nelayan, dan masyarakat pesisir," ujar Corporate Secretary PT Pertamina Brahmantya Satyamurti Poerwadi.