Pengrajin tahu tempe terpaksa mengurangi produksi menyusul mahalnya harga kedelai belakangan ini. Jika mulanya mampu mengolah 1-3 kuintal per hari, sekarang hanya setengah kuintal.
"Produksi menguranglah karena harga kedelai itu yang mahal. Jadi, produksi ini mengurang karena kami enggak mau ambil risiko," kata Ndang, seorang pengrajin tahu tempe di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, kepada Alinea.id, Rabu (23/2).
Meskipun demikian, ungkapnya, penjualan tahu tempe di pasaran tidak mengalami penyusutan. "Tetap normal."
Ndang menambahkan, Indonesia masih bergantung dengan kedelai impor dalam memenuhi kebutuhan nasional. Dengan demikian, gejolak harga global turut memengaruhi nilai di dalam negeri.
Selain itu, pengrajin tahu tempe cenderung menggunakan kedelai impor dalam berproduksi. Alasannya, kedelai lokal belum bagus sehingga memengaruhi kualitas tahu tempe yang dihasilkan.
"Pengrajin lebih memilih menggunakan kedelai impor lantaran kualitasnya lebih bagus. Selain itu, produksi kedelai nasional tidak mencukupi untuk kebutuhan pengrajin tahu tempe," bebernya.
Karenanya, Ndang berharap, pemerintah segera mengambil langkah tepat dan bijak dalam mengatasi gejolak harga kedelai. Dirinya mau harganya kembali menjadi Rp8.500 per kilogram dari yang saat ini sekitar Rp11.000 per kilogram.
"Kita pengrajin enggak minta apa-apa, cuma harganya normal lagi. Ini, kan, dari Rp8.500 sekarang Rp11.000 ke atas. Pengrajin pasti ingin harganya norma kembali," tandasnya.