Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyebut pemerintah berhasil menurunkan inflasi bahan makanan dalam lima tahun terakhir hingga lebih dari sepertiga.
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menilai, capaian pengendalian harga ini sangat penting. Sebab, harga pangan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemiskinan.
Dari hasil penghitungan KEIN, rata-rata inflasi bahan makanan dari 2009 hingga 2013 sebesar 8,04%. Sementara itu, dari periode 2014-2018 rerata inflasi bahan makanan sebesar 5,17%.
"Dari dua periode tersebut, rata-rata inflasi bahan makanan lebih dapat dikendalikan menurun hingga 36%. Data ini menunjukan bahwa pemerintah mampu menekan laju kenaikan harga, terutama sektor pangan. Ini tentunya menjadi cerminan dari komitmen yang kuat oleh pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat," ujarnya di kantor KEIN, Jakarta, Senin (2/1).
Lebih lanjut Arif menjelaskan, capaian tersebut didorong oleh lima hal. Pertama, yaitu adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran.
Kedua, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018 bahan makanan berkontribusi 71,04% terhadap garis kemiskinan. Artinya, ada hubungan yang kuat antara penurunan kemiskinan dengan stabilnya inflasi atau stabilitas pengendalian harga.
"Jadi, kalau bahan makanan bisa dikendalikan dengan baik, maka jumlah orang miskin yang ditunjukkan atau diindikatori dengan angka garis kemiskinan akan lebih cepat keluar dari garis kemiskinan yang ada. Karena, garis kemiskinanannya juga angkanya tidak akan melonjak tinggi," ungkapnya.
Ketiga, Tim Pengendalian Inflasi baik daerah dan pusat yang terus aktif dalam menjaga laju inflasi yang rendah dan stabil. Keempat, diakibatkan oleh kebijakan harga acuan sebagai bentuk pemerintah hadir untuk melakukan kontrol penetapan harga dan ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Kelima, pembangunan infrastruktur yang masif terbukti mempercepat mobilitas barang yang selama ini terkendala karena masih rendahnya konektivitas antardaerah. Dalam jangka pendek, kontribusi pembangunan infrastruktur tersebut sangat jelas dalam menekan laju kenaikan harga.
Terlebih lagi, lanjutnya, capaian ini terjadi di tengah dinamika kenaikan harga minyak dunia yang mencapai harga tertinggi pada Oktober sekitar US$80 per barel dan kurs yang bergerak mencapai Rp15.000 per dollar Amerika Serikat.
"Kenaikan harga minyak kemudian kurs itu menekan, mendorong inflasi atau disebut cost push inflation. Nilai tukar bergerak, maka kemudian di akibatkan lagi harga minyak bergerak maka ongkos produksi akan semakin lebih mahal. Tapi pemerintah dengan instrument policy-nya dapat lebih mengendalikan. Dengan demikian tidak mungkin inflasi rendah bisa terjadi apabila tidak ada pengendalian,” jelas Arif.
Lebih lanjut ia menjelaskan jika ingin melihat inflasi bahan makanan, salah satu pendorong yang memberikan kontribusi dalam bagi inflasi keseluruhan adalah harga beras. Laju kenaikan harga beras yang merupakan komoditas pangan utama pada 2014 hingga 2018 lebih terkendali, dengan rata-rata sebesar 5,2% per tahun.
Menurutnya, angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata laju kenaikan pada periode 2009 hingga 2013 yakni sebesar 8,5% per tahun.