Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tak stagnan 5%.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arief Budimanta mengatakan selain dari sektor investasi dan ekspor, UMKM dianggap mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri rumah tangga dinilai telah lama mendominasi struktur perekonomian di Indonesia.
“Di sisi lain konsumsi pemerintah juga belum optimal mendorong perekonomian Indonesia. Konsumsi pemerintah terbatas di angka 9% saja bagi perekonomian,” katanya dalam diskusi Percepatan Investasi dan Ekspor untuk Mendorong Pertumbuhan yang Berkualitas, di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (27/5).
Ia mengatakan presiden selalu mengoptimalkan sektor investasi dan ekspor sebagai garda depan perekonomian, namun menurutnya dua sektor itu saja tidaklah cukup.
“Presiden juga harus mendorong sektor UMKM, di mana kita memiliki banyak sekali potensi yang dapat dimanfaatkan pada sektor ini,” ujarnya.
Jika berkaca pada data Kementerian Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7% usaha di Indonesia adalah jenis usaha mikro, dengan serapan 89,17% tenaga kerja domestik dan berkontribusi sebanyak 36,82% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Perannya masih belum dioptimalkan dengan baik dalam kegiatan ekspor dan investasi, sehingga masih memiliki potensi yang sangat besar," tuturnya.
Ia mengatakan KEIN telah melakukan simulasi terhadap sektor UMKM tersebut. Menurut dia, jika 10% saja dari UMKM yang ada mengalami kenaikan kelas, akan mendorong ekonomi nasional tumbuh hingga 7%.
“Bahkan jika dihitung dari tahun ke tahun (year-on-year/yoy) dapat mencapai 9,3%,” ucapnya.
Akan tetapi, ia mengatakan pertumbuhan di atas 7% tersebut hanya dapat dicapai apabila UMKM diberdayakan. Dan ini, katanya, hanya dapat diterapkan jika pemerintah membuat kebijakan yang memfasilitasinya.
"Kebijakan disertai dengan eksekusi yang baik di sektor terkait tentunya dibutuhkan agar hal ini bisa terwujud,” ucap Arif.
Arif juga mengatakan, selain mendorong UMKM, pemerintah juga harus terus mencari pasar potensial baru untuk produk ekspor Indonesia. Ia mengatakan, negara-negara Afrika seperti Afrika Selatan, Kenya, Tanzania, Nigeria, dan Mesir dapat menjadi target pasar.
“Dari negara-negara Afrika itu saja sudah ada 500 jutaan penduduknya. Artinya market-nya ada,” terang Arif.
Meski sudah lama menjadi target pasar dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), katanya, namun angkanya masih sangat kecil untuk ekspor Indonesia, hanya berkisar 0,5% saja.
“Kita harus punya kelompok lobi untuk menembus potensi-potensi pasar baru tersebut, agar dapat terus bersaing di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China,” tuturnya.