close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gula. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi gula. Foto Freepik.
Bisnis - Korupsi
Sabtu, 02 November 2024 19:17

Menyoal penetapan Tom Lembong jadi tersangka korupsi impor gula

Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula menuai pro dan kontra.
swipe

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang impor gula periode 2015-2023. Tom Lembong, sapaan akrabnya, dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHP.

Direktur Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang dalam pemberian izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada perusahaan swasta, PT AP, untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi. 

Abdul mengatakan, pemberian izin impor gula kristal mentah tersebut melanggar aturan tentang ketentuan impor gula. Lantaran, Tom Lembong memberi izin impor gula ketika Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor. Lalu, izin impor seharusnya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan PT AP bukan BUMN, tapi swasta.

Dinilai aneh

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan meragukan penetapan tersangka kepada Tom Lembong. Pasalnya, tudingan surplus gula pada 2015 hampir tidak mungkin karena sejak lama Indonesia merupakan negara net-importir gula.

Di sisi lain, Tom Lembong belum menjabat Menteri Perdagangan pada Mei 2015. Tom menjabat Menteri Perdagangan dari 12 Agustus 2015 sampai 27 Juli 2016.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume impor gula naik terus, dari 1,1 juta ton pada 2004 menjadi 2,93 juta ton pada 2014 dan 3,37 juta ton pada 2015, kemudian naik lagi mencapai 5,5 juta ton pada 2020 dan 6 juta ton pada 2022. Apalagi, kata Anthony, pemberian izin impor gula kristal mentah tersebut hanya 105.000 ton saja, untuk keperluan industri. Artinya, hanya sekitar 3,1% dari total impor gula tahun 2015. 

Kemudian terkait izin yang diberikan kepada swasta, dia bilang, tak menyalahi aturan. Izin impor yang diberikan Tom Lembong kepada perusahaan swasta yang sudah mempunyai izin impor gula (IP Gula atau API-P) adalah gula kristal mentah, yaitu bahan baku hilirisasi untuk diproses menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal putih. 

Sekadar informasi, Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula sudah beberapa kali mengalami pergantian. Antara lain oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula. Terakhir, oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula.

Meskipun regulasi berubah, substansinya ada yang tak berubah. Yakni, pasar gula kristal rafinasi dan gula kristal putih tetap terpisah. Lalu, impor gula kristal putih hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir dari otoritas, yakni BUMN produsen gula yang mengantongi Angka Pengenal Impor Produsen.

Kemudian, impor gula kristal mentah sebagai bahan baku gula kristal rafinasi dan impor gula kristal rafinasi oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir hanya bisa digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi dari industri. Gula juga dilarang dipindahtangankan atau diperjualbelikan kepada pihak lain. Sementara yang berubah pada detail-detail. 

Anthony melanjutkan, penetapan tersangka terhadap Tom Lembong juga aneh karena memerlukan waktu 10 tahun. Padahal berkas maupun dokumennya ada di kantor. Bahkan, kejaksaan belum menemukan aliran dana ke Tom Lembong.

“Alasan Kejagung terkesan mengaburkan permasalahan sebenarnya, serta memutarbalikkan fakta,” katanya kepada Alinea.id, Kamis (31/10).

Eks Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu mengatakan masih banyak menteri lain yang melakukan impor jauh lebih besar dibandingkan dengan impor yang dilakukan oleh Tom Lembong. Apalagi, masa jabatan Menteri Perdagangan terlama dan impor terbesar adalah Zulkifli Hasan.

“Ini belum termasuk impor komoditas lain yang  impornya melalui mekanisme kuota, seperti kedelai, daging, bawang putih,” katanya kepada Alinea.id, Jumat (1/11).

Ia pun menjabarkan masa jabatan para menteri perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yakni, Rachmat Gobel menjabat 10 bulan, Tom Lembong selama 11 bulan, Enggartiasto Lukita selama 15 bulan, Agus Suparmanto selama 13 bulan, Muhammad Luthfi selama16 bulan, dan Zulkifli Hasan selama 28 bulan.

Kemudian, impor gula selama 2014-2024 mencapai lebih dari 44,43 juta ton. Secara rinci, pada 2014 sebanyak 2,93 juta ton; 2015 dengan 3,37 juta ton; 2016 sebanyak 4,75 juta ton; 2017 ada 4,48 juta ton; 2018 sebanyak 5,03 juta ton; dan 2019 dengan 4,09 juta ton.

Pada periode kedua Jokowi, tahun 2020 tercatat 5,54 juta ton; 2021 sebanyak 5,48 jt ton; 2022 dengan 6 juta ton; 2023 ada 5,07 juta ton; serta 2024 mencapai 3,66 juta ton hingga bulan September ini.

Berdasarkan data tersebut, ia menjelaskan, impor gula yang diizinkan oleh Tom Lembong hanya 105.000 ton atau jauh di bawah angka impor tahun 2015-2016. Kemudian terkait ketentuan izin impor yang harus dilakukan oleh perusahaan BUMN adalah untuk gula konsumsi alias gula kristal putih, sementara impor gula kristal mentah dan gula kristal rafinasi harus ke industri, termasuk ke BUMN. 

“Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) jumlah kerugian negara harus riil, bukan asumsi,” imbuhnya.

“Semoga di bawah Pemerintahan Prabowo, Kejaksaan Agung melakukan penegakan hukum secara benar dan murni penegakan hukum,” lanjutnya.

Dalam kasus ini, Kejagung menyebut nilai kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mencapai Rp400 miliar.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan