Pemerintah kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 menjadi minus 1,1% hingga 0,2%, setelah pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 mengalami kontraksi hingga 5,32%.
"Tadinya pemerintah memperkirakan tahun ini di kisaran minus 0,4% sampai 2,3%. Sesudah melihat realisasi kuartal II dan angka pada Juli kami perkirakan untuk pertumbuhan tahun 2020 range-nya ada di minus 1,1% hingga 0,2%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (14/8).
Dia menjelaskan, perkembangan yang penuh ketidakpastian dan dalamnya kontraksi perekonomian berbagai negara di dunia membuat pemerintah terus waspada terhadap laju perekonomian pada kuartal III dan IV-2020.
"Artinya (pertumbuhan ekonomi) agak bergeser ke arah negatif atau mendekati 0% karena kami melihat bahwa tekanan di kuartal II sangat dalam dan faktor-faktor untuk kuartal III harus betul-betul diusahakan," ujarnya.
Proyeksi ini, lanjutnya, berkaca pada penurunan konsumsi rumah tangga yang mengalami tekanan sangat dalam di kuartal II-2020 yang sebesar 5,51%. Padahal kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) lebih dari 50%.
"Proyeksi ini kalau dilihat terutama terkait pada konsumsi rumah tangga yang memang mengalami tekanan yang cukup dalam dan kami perkirakan ada di dalam pertumbuhan antara minus 1,3 hingga 0% di 2020," ujarnya.
Indikator lain yang berdampak kepada penurunan pertumbuhan ekonomi adalah rasio Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang diperkirakan masih akan negatif 4,2% hingga 2,6%.
Selain itu, dari sisi ekspor maupun impor seiring dengan tekanan yang luar biasa juga masih akan mengalami tekanan dan berada dalam zona negatif yaitu minus 5,6% hingga minus 4% untuk ekspor, dan untuk impor minus 10,5% minus 8,4%.
"Tentu kami akan melihat terutama pada pencapaian kuartal III untuk melihat proyeksi 2020 ini," ucapnya.