Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganggap, regulasi di daerah sangat memberatkan bagi investor. Imbasnya, menghambat pertumbuhan perekonomian. Berdasarkan data Indeks Inovasi Global, regulasi kemudahan berusaha di Indonesia berada di peringkat 81 dari 135 negara. Sedangkan kemudahan berusaha di Indonesia masih di peringkat 41 dari 73 negara.
Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Makmur Marbun mengatakan, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja diperlukan untuk memberikan kemudahan-kemudahan berusaha di daerah. Merujuk peraturan pemerintah (PP) Nomor 12/2017, Kemendagri bertugas membina pemerintah daerah (pemda) dalam penyusunan hingga perundangan regulasi.
“Sehingga, nanti tidak terjadi yang kami kenal (sebagai) obesitas lagi di daerah. Artinya, semua harus dimudahkan. Investor juga harus,” ucapnya dalam keterangannya yang dikutip Kamis (20/1).
Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 yang menyebutkan, penyusunan UU 1/2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil. Di mana, MK memberikan waktu dua tahun kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki penyusunan UU/2020 tentang Cipta Kerja ini.
Menurut Makmur, UU 11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku. Secara substansi, pengaturan dalam UU 11/2020 tidak bermasalah, sehingga dikeluarkan Inmendagri 68/2021 yang menegaskan agar pemda tidak merasa ragu untuk mengimplementasikannya.
Pemda di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tetap harus menindaklanjuti aturan dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Termasuk, PP dan peraturan presiden (Perpres) turunan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
“Artinya, sekarang ini memang daerah sudah harus segera menyesuaikannya,” tutur Makmur.
Misalnya, terkait implementasi PP 16/2021 yang kompleks. Apalagi, implementasi PP 16/2021 berkaitan dengan dasar Pemda memungut retribusi dari IMB (izin mendirikan bangunan). Jika tidak segera disesuaikan, maka daerah akan berpotensi kehilangan pendapatan.
Di sisi lain, pemda dalam posisi yang sulit, karena pergantian perda dilaksanakan di akhir tahun. Sebab, perda merupakan produk hukum hasil persetujuan bersama antara DPRD dengan kepala daerah. Dalam proses penyesuaian Perda dengan PP 16/2021, DPRD dengan kepala daerah harus berpedoman pada Permendagri 80/2015 dalam aspek perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan penggunaannya.
Untuk mengatasi kesulitan itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik membantu upaya percepatan penyesuaian tersebut dengan menggelar rapat pada 20 Desember 2021 lalu. Dalam rapat itu, Kemendagri mengundang sekda, kepala biro hukum, serta kepala dinas PUPR di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Kami memberikan prototype kepada daerah. Ini loh kode menyusun Perda PBG (persetujuan pembangunan gedung) supaya daerah tidak perlu lagi (mencari contoh) melalui banding kemana-mana. Tugas dari Direktorat produk hukum daerah ini melakukan komunikasi intensif dengan 508 kabupaten/kota yang segera mengubah perda IMB menjadi PGB ini tidak persoalan gampang,” ucapnya.
Ia berharap, Perda PBG dapat segera selesai. Sehingga, tidak ada lagi keluhan dari masyarakat terkait hambatan untuk berinvestasi di daerah.