Ekonom Indef Didik J Rachbini menilai, anggaran yang diajukan oleh Kementerian Pertahanan untuk rencana anggaran pertahanan dan keamanan Tahun Anggaran RAPBN 2022 sebesar Rp1.700 triliun di luar kepantasan.
Pengajuan anggaran tersebut dinilai tidak peka situasi, karena diajukan di saat krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, di mana APBN memiliki beban yang berat dan utang pemerintah meningkat.
"Sudah di luar kepantasan, momentumnya salah karena sedang krisis Covid-19. Tidak layak karena APBN sekarat dan syarat utang dan tidak masuk di akal sehat," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (3/6).
Didik menjelaskan, pandemi Covid-19 ini meruntuhkan banyak pilar-pilar sosial kemasyarakatan dan sangat memprihatinkan sehingga lebih memerlukan dukungan, dibandingkan dengan melipatgandakan anggaran untuk pertahanan dan keamanan.
Selain itu, tingkat kemiskinan naik sangat tinggi akibat Covid-19 karena sistem produksi runtuh, pengangguran terbuka meningkat dari 5% menjadi sekitar 8%. Pengangguran terselubung juga sangat besar mengingat tingkat pertumbuhan ekonomi masih negatif.
Di samping itu, yang bekerja penuh turun dari 71% menjadi 64% sehingga sisanya menjadi penganggur terbuka dan terselubung.
"Dalam keadaan seperti ini tidak pantas anggaran yang besar tersebut diajukan dalam jumlah yang sangat besar dan menguras anggaran sosial, pendidikan, kesehatan, daerah dan sebagainya," ujarnya.
Dia pun bilang, jika anggaran ini disetujui Komisi I, maka wakil rakyat pun dinilai tidak tahu diri dan kurang mengukur kepantasan dengan kondisi prihatin pada saat ini. Apalagi sampai 2022, DPR tidak memiliki hak budget lagi sesuai Perpu dan UU sehingga tidak bisa mengubah angka satu rupiah pun dari yang sudah diusulkan pemerintah.
"Ini masalah salah kaprah lain yang melanggar UU dasar, di mana hak budget DPR diamputasi," tuturnya.
Rencana anggaran tersebut juga kurang memperhatikan kondisi APBN yang sekarat dengan utang. Jumlah utang APBN sudah mencapai Rp6.361 triliun.
Pun utang BUMN perbankan dan nonperbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai tidak kurang dari Rp2.143 triliun. Total utang publik sekarang mencapai Rp8.504 triliun.
"Saya memperkirakan di akhir periode, pemerintahan ini akan mewariskan lebih dari Rp10.000 triliun kepada presiden berikutnya," tambahnya.