Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membatalkan rencana pelarangan diskon tarif ojek online (ojol). Lantaran Kemenhub mengaku tidak memiliki wewenang dalam kebijakan tersebut.
Sebelumnya, Kemenhub mengumumkan perihal rencana untuk melarang diskon tarif ojol untuk menghindari persaingan usaha tidak sehat berupa predatory pricing.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, mengatakan, pengawasan persaingan usaha akan dilakukan beberapa pihak di luar Kemenhub seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Itu tugas KPPU sepertinya, Kemenhub tak perlu mengatur itu karena mengatur transportasinya. Itu ranah lain," ujar Budi di Gedung Kemenhub, Jakarta, Kamis (13/6).
Diskon tarif ojek online masih diperbolehkan asalkan tidak melebihi tarif batas bawah dan atas yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 Tahun 2019. Perusahaan penyedia ojol atau aplikator yang melanggar tarif batas atas dan batas bawah aturan akan dilaporkan ke KPPU.
Kemenhub juga telah membicarakan soal diskon tarif ojol dengan beberapa lembaga seperti dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan KPPU. Berdasarkan hasil koordinasi tersebut, diputuskan regulasi yang telah dibuat oleh kementeriannya tidak akan mengatur soal diskon tarif ojol.
Semua pihak harus bersinergi untuk mengamankan bisnis ojol di Indonesia untuk keberlangsungan usaha yang sehat di industri tersebut. Apabila ada persaingan usaha yang tidak baik, nanti KPPU yang akan turun.
Sementara Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, mengatakan, diskon pada tarif transportasi online seharusnya tidak menjadi masalah. Asal tarif yang telah dipotong diskon oleh operator atau partnernya masih dalam rentang Tarif Batas Bawah (TBB) sampai dengan Tarif Batas Atas (TBA).
Hal itu juga sudah ada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. KP 348 tentang pedoman perhitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.
Di situ telah dijelaskan tentang ketentuan tarif transportasi online berdasar biaya batas bawah, biaya batas atas, dan biaya jasa minimal ditetapkan berdasarkan sistem zonasi.
"Diskon itu tidak bisa diterima ketika penerapannya di bawah TBB. Kalau diskonnya bermain di antara ambang TBB-TBA itu tidak masalah. Tidak ada yg salah dengan diskon selama masih di rentang TBB-TBA. Sebab diskon salah satu daya pikat konsumen," tutur Tulus.
Menjadi persoalan jika ada operator memberikan diskon tarif melewati batas yang telah ditentukan oleh Kepmenhub dengan mematok di bawah TBB. Jika itu terjadi, bisa menjurus pada persaingan tiddk sehat, bahkan menjurus predatory pricing .
Di sinilah tugas Kemenhub untuk melakukan pengawasan jangan sampai diskon yang diberikan keluar dari rentang TBB-TBA. Kemenhub wajib memberikan sanksi kepada operator yang memberikan harga di bawah ketentuan Kepmenhub tersebut.
Oleh karena itu YLKI meminta operator dan partnernya untuk konsisten dan mematuhi regulasi tersebut, agar diskon yang diberikan tidak melanggar TBB. Kemenhub harus konsisten dalam pengawasan baik terkait implementasi tarif TBA dan TBB, dan juga terkait standar pelayanan yang berdimensi keselamatan, safety.
Sebagai informasi, Kemenhub telah menetapkan tarif dasar untuj ojol yang terbagi menjadi tiga zona. Keputusan ini berlaku efektif mulai 1 Mei 2019.
Zona I mencangkup Jawa (non-Jabodetabek), Sumatera dan Bali. Untuk tarif bawah pada zona I Rp 1.850 per kilometer (km). Sementara untuk tarif batas atas Rp 2.300 per km.
Sementara untuk zona II mencangkup khusus Jabodetabek. Pada zona ini, tarif batas bawah besaran Rp 2.000 per km. Sementara batas atas Rp 2.500 per km
Sementara itu, besaran tarif untuk zona III mencakup Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Untuk zona ini, Kemenhub mematok Rp 2.100 per km untuk batas bawah. Sementara untuk batas atas Rp 2.600 per km.