Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyelenggarakan acara Securitization Summit 2022 yang bertujuan untuk mengembangkan pasar pembiayaan sekunder melalui sekuritisasi.
Adanya pandemi Covid-19 sejak dua tahun lalu turut mempengaruhi pasar perumahan. Hal ini diketahui dari data pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tahunan pada 2019 mencapai 11,48%, namun mengalami penurunan signifikan di 2020 menjadi 4,34%, dan sedikit naik jadi 5,74% di 2021.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah berkomitmen mendorong pertumbuhan sektor perumahan melalui beberapa program perumahan rakyat yang bersubsidi seperti Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban menyampaikan, pemerintah juga telah memberikan insentif, kelonggaran, ratio loan to value, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung oleh pemerintah untuk pembelian rumah tapak atau unit hunian rumah baru dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar. PPN dilakukan sebagai stimulus dari pemerintah untuk menahan agar industri perumahaan tidak terpuruk terlalu dalam karena pandemi.
“Kebijakan ini dilatarbelakangi karena pemerintah memiliki pandangan bahwa sektor industri perumahan adalah sektor yang strategis dalam mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Rionald dalam laporannya di Securitization Summit 2022 bertema Securitization as Innovative Mode to Finance Affordable and Green Housing in Indonesia, Jakarta, Rabu (6/7).
Pemerintah menilai sektor perumahan sangat krusial karena memiliki kemampuan mendorong pertumbuhan sektor lainnya untuk berkembang atau multiply effect yang besar.
Dirjen Kekayaan Negara bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) yang merupakan salah satu Special Mission Vehicle (SMV) dari Kemenkeu akan mengembangkan sekuritisasi pasar pembiayaan sekunder. SMF juga ditunjuk sebagai sekretariat bersama di ekosistem perumahan, menjadi partner strategis pemerintah untuk menyusun kebijakan pada sektor industri perumahan.
"Kami mendorong bersama semua pihak bersinergi agar perkembangan sekuritisasi di Indonesia sebagai bentuk creative financing di sektor pembiayaan perumahan. Harapannya, pembiayaan perumahan khususnya bagi masyarakat pendapatan rendah bisa lepas dari ketergantungan pada APBN, sehingga bersifat sustainable,” tutur Rionald.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyebut, pengembangan pasar pembiayaan sekunder melalui sekuritisasi merupakan topik yang sangat penting bagi negara berkembang. Ini juga sangat relevan dengan Indonesia.
Menurutnya, hampir semua negara berkembang dalam mengembangkan capital market, pasar modal, pasar uang, atau pasar surat berharga masih berada dalam tahap pengembangan yang sangat awal.
“Ini sifatnya masih very early stage of development. Sehingga perlu membangun suatu ekosistem dari sisi pembiayaan yang sifatnya tidak direct antara yang meminjam dan meminjamkan. Satu kali transaksi selesai,” kata Sri.
Kemampuan untuk menciptakan pembiayaan yang advance and sophisticated, menurut Sri Mulyani, masih menjadi tantangan bagi negara berkembang. Sri juga menyebut, bagi Indonesia membangun sektor keuangan, pasar modal, surat berharga dengan komunitas investasi di dalam sebuah ekosistem yang baik masih memerlukan perjalanan panjang dan jadi tantangan.