Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan akan terjadi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir tahun 2019 sebesar 2%-2,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan pelebaran defisit tersebut guna menstimulasi penerimaan negara yang mengalami tekanan karena ketidakpastian perekonomian global.
"Ketika ekonomi dalam tekanan, itu butuh stimulus supaya ekonomi tidak terpuruk dalam. Salah satunya dengan pelebaran defisit, kan APBN sebagai alat counter cyclical," katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (25/10).
Defisit APBN tersebut lebih tinggi dari proyeksi defisit APBN 2019 yang hanya sebesar 1,93%, atau lebih besar dari target APBN 2019 sebesar 1,84%.
"Sifatnya masih kisaran. Bisa saja melebar di kisaran 2% sampai 2,2% terhadap PDB sampai akhir tahun," ujarnya.
Dia menerangkan, pemerintah mengambil langkah untuk mendorong pertumbuhan belanja agar dapat menggenjot penerimaan negara dari perpajakan dan mendorong pertumbuhan perekonomian.
Namun, dia menekankan, yang harus digenjot adalah belanja yang sifatnya berkualitas dan produktif, yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan perekonomian.
"Belanjanya harus yang berkualitas dan produktif. Kalau kita lebarkan sampai 4% dan 5% sekali pun kalau belanjanya tidak produktif buat apa, itu juga tidak akan berkontribusi terhadap penerimaan negara," jelasnya
Akan tetapi dia mengatakan belum dapat memastikan berapa persen pelebaran defisit hingga akhir tahun, karena masih fleksibel mengikuti perkembangan perekonomian global. Namun, dia memprediksi defisit tidak akan lebih besar dari angka 3% sesuai dengan yang tertera di Undang-Undang.
"Kita selalu punya rambu-rambu. Kita nggak perlu khawatir akan lebih 3%, pemerintah tetap konsisten sesuai UU keuangan negara, terus ada fleksibilitas tapi tetap hati-hati dan prudent," ucapnya.