close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Foto gebung Kemenkeu. Foto kemenkeu.go.id
icon caption
Foto gebung Kemenkeu. Foto kemenkeu.go.id
Bisnis
Senin, 29 November 2021 13:40

Kemenkeu ungkap kebijakan pengendalian perubahan iklim

Komitmen itu diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
swipe

Dampak perubahan iklim sudah lama menjadi diskusi di tataran global. Pada 2016 Indonesia turut meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationaly Determined Contribution. Di mana, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri, dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.

Bahkan, pemerintah Indonesia pun sudah berbagai upaya untuk mendukung langkah pengendalian perubahan iklim. Salah satunya, dengan direfleksikan melalui kebijakan fisikal.

“Dukungan ini sangat kuat, dan itu direfleksikan dari kebijakan fisikal yang selama ini memang sudah cukup banyak. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Itu meng-addres isu perubahan iklim ini," kata Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fisikal Kementerian Keuangan Noor Syarifudin, secara daring, Senin (29/11).

Ada beberapa upaya pengendalian perubahan iklim yang dilakukan Kemenkeu, yakni pertama dari kebijakan pendapatan negara. Di mana pemerintah sudah memberikan banyak fasilitas perpajakan. Begitu juga dengan insentif fiskalnya, di antaranya adalah tax holiday dan tax allowance

“Lalu berikutnya, dari sisi belanjanya. Di mana BKF melakukan kegiatan bernama climate budget tangging dengan menandai dari APBN di beberapa lembaga dan kementerian. Dengan cara mengalokasikan belanja APBN untuk mitigasi adaptasi perubahan iklim," kata dia. Dalam hal ini, sejak 2018, Kementerian Keuangan selalu menggunakan data persoalan lingkungan sebagai underlying asset untuk penerbitan green sukuk.

Komitmen itu diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebagaimana dapat diketahui, UU tersebut mengatur barisan kebijakan fisikal, termasuk pajak karbon sebagai instrumen pengendalian iklim.

Pajak karbon sendiri akan dikenakan atas barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang mengemisi karbon dan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Namun, pajak karbon tidak serta merta dikarenakan pada aktivitas yang mengemisi karbon tersebut.

Ini karena ada batas emisi karbon yang tidak dikenakan pajak karbon (cap), sesuai dengan peraturan pemerintah yang ditetapkan tahun depan, yaitu mulai 1 April 2022. Pajak karbon akan diterapkan dengan mekanisme cap and tax secara terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara hingga 2024.

Saat ini tarif pajak karbon di Indonesia berada di Rp30.000 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Mekanisme cap and tax serta tarif rendah, dinilai memberikan kesempatan bagi pelaku industri untuk beralih ke aktivitas ekonomi hijau yang lebih rendah karbon.

"Skema cap and tax ini menjadi menarik karena mengkombinasikan antara pajak karbon dengan skema perdagangan karbon atau carbon trading. Jadi, pajak karbon itu ditunjukan untuk menjembatani munculnya perdagangan karbon," jelasnya

Adapun kemanfaatan bagi masyarakat dalam program cap and tax adalah peningkatan kualitas hidup, kualitas air bersih, kualitas kesehatan, udara yang bersih. Mulai dari perilaku yang baik terutama yang ramah lingkungan. Tentu saja itu, menjadi sebuah keuntungan (benefit) yang diharapkan akan dirasakan masyarakat.
 

img
Ratih Widihastuti Ayu Hanifah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan