Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) diminta segera merealisasikan peraturan perundang-undangan tentang ekonomi kreatif (ekraf). Percepatan kebijakan dinilai krusial dalam membangun kesadaran masayrakat sehingga berbagai terobosan dapat diinisiasi guna membidani transformasi bisnis yang tangguh dan berdaya saing.
"Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif sudah keluar tahun lalu, tapi memang berlaku efektif satu tahun kemudian. Maka, penting untuk meng-update perkembangannya sudah sejauh mana," ucap Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, dalah keterangannya, Minggu (16/4).
Menurutnya, Kemenparekraf pada saat yang sama juga harus melakukan beberapa persiapan pelaksanaan PP 24/2022. Salah satunya adalah menyosialisasikan regulasi tersebut, terutama tentang pelibatan lembaga keuangan bank, nonbank, lembaga penjamin, pelaku ekonomi kreatif, dan dinas yang membidangi ekonomi kreatif.
"Itu penting karena muatan PP 24/2022 juga mengatur tentang pembiayaan untuk pelaku ekraf, di mana kekayaan intelektual yang dimiliki mereka dimungkinkan sebagai kolateral atau jaminan," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Fikri pun mendorong Kemenparekraf berkoordinasi dengan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka pembentukan Satgas Percepatan Penerapan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual. "Pembahasan mengenai IP marketing dan IP financing scheme masih alot."
Di sisi lain, dia mengapresiasi langkah Kemenparekraf yang mulai menyusun nota kesepahaman dan kerja sama dengan Kemenkumham terkait penyediaan akses data kekayaan intelektual penyusunan modul, hingga wacana pembentukan badan layanan umum (BLU) ekraf.
"PP ini seharusnya menjadi solusi bagi pelaku ekraf tradisional seperti pengrajin tenun ikat NTT tersebut, terutama soal terkait transformasi digital, pemasaran, hingga pembiayaan yang berbasis kekayaan intelektual," ucap Fikri.