Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memacu program hilirisasi dan mendorong sektor industri pengolahan karet agar produktif, berdaya saing, dan mampu melakukan diversifikasi produk. Pangkalnya, Indonesia menjadi negara produsen terbesar kedua di dunia.
"Ini merupakan sebuah potensi bagi kita untuk meningkatkan produktivitas sektor industri pengolahan karet nasional," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (14/6).
Menurut catatan Kemenperin, kontribusi ke devisa dari sektor industri pengolahan karet nasional sebesar US$3,422 miliar pada 2019. Terdapat 163 industri dengan 60.000 tenaga kerja.
Sementara itu, produksi karet alam tahun lalu mencapai 3,3 juta ton. Meliputi SIR (crumb rubber), lateks pekat, dan ribbed smoked sheet (RSS).
Dari jumlah tersebut, 20% diolah di dalam negeri oleh industri hilir menjadi ban, vulkanisir, alas kaki, rubber articles, dan manufacture rubber goods (MRG) lainnya. Sisanya, 80% karet alam, diekspor.
Agus menyampaikan, produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4% dari kapasitas terpasang yang mencapai 5,9 juta ton. "Salah satunya dipengaruhi oleh harga karet alam dunia yang turun ke level terendah sejak 2011, yakni mencapai US$1,36 per kilogram (kg) sejak 24 Februari lalu."
kelebihan pasokan (oversupply) dan menurunnya permintaan di pasar global diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya harga karet alam. Menurutnya, kondisi ini memengaruhi kesejahteraan petani, menurunnya penghasilan bersih perusahaan, dan susutnya nilai ekspor.
Politikus Partai Golkar itu melanjutkan, pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan harga karet alam. Dimanfaatkan sebagai bahan baku aspal jalan, salah satunya.
Kemenperin bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sambung Agus, menginisiasi kerja sama pada 2016 dengan melakukan uji gelar di lima lokasi menggunakan modifikasi aspal yang dicampur beberapa bahan. Lateks pravulkanisasi, masterbatch kompon karet padat, dan serbuk karet alam teraktivasi (SKAT), misalnya.
Pada 2019, aspal dengan campuran karet ini digunakan untuk mengaspal jalan sepanjang 65,8 kilometer (km) di sembilan provinsi. Mencakup Sumatera Utara (Sumut), Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel), Banten, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Upaya lain yang dilakukan melalui diplomasi internasional dengan negara-negara produsen dan konsumen karet alam. International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC), contohnya.
"Pada tahun 2019, tiga negara, yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam ITRC, sepakat untuk menerapkan instrumen Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi ekspor karet alam untuk meningkatkan harga komoditas ini di pasar dunia," tutup Agus.