Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menggenjot investasi industri semikondutor di Tanah Air karena menjadi komponen penting bagi industri lainya. Berbagai langkah strategis pun tengah digodok dan dilaksanakan.
Kebijakan tersebut didukung ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy. Alasannya, investasi tersebut diperlukan karena bisa membuka peluang agar industri dalam negeri bisa lebih banyak terlibat dalam rantai pasokan global mengingat produk semikonduktor dapat dikembangkan ke berbagai produk, seperti elektronik dan otomotif.
"Sehingga nantinya ini kemudian bisa menambah nilai tambah ekspor produk industri manufaktur Indonesia, yang sejauh masih bergantung pada produk berbasis komoditas," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Rabu (1/9).
Apabila nilai tambah industri manufaktur meningkat, sambungnya, pemerintah bisa mendorong kembali proses reindustrialisasi yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. "Namun, tentu prosesnya tidak sebentar butuh waktu."
"Oleh karena itu, selama membangun industri semikonduktor, mesin ekonomi bisa dijalankan pada industri andalan yang sudah ada sebelumnya, seperti makanan minuman hingga industri barang logam dasar," imbuhnya.
Hingga kini, terang Yusuf, investasi asing untuk jenis ini belum tergolong prospektif dalam 5 tahun terakhir. Sekalipun mencapai US$822 juta pada 2018 dibandingkan 2015 yang sebesar US$113 juta, tetapi kembali menurun pada 2019 menjadi US$334 juta.
"Jika diukur dari total investasi di sektor industri, proporsi investasi di sektor ini juga hanya mencapai 2%, relatif kecil," jelasnya.
Menurunnya nilai investasi pada 2019 tersebut diduga karena beberapa faktor. Dampak perang dagang masih terasa secara global sehingga ikut mengoreksi pertumbuhan banyak negara, misalnya.
"Ini kemudian juga ikut mendorong penyesuaian dari beragam perusaha dari negara pemberi investasi jenis ini, termasuk di dalamnya investasi asing," ujarnya.
Meski demikian, menurut Yusuf, kecilnya proporsi itu bisa juga dimaknai masih adanya ruang yang bisa ditingkatkan pemerintah dalam mendorong investasi di semikonduktor. Apalagi, China, Jepang, dan Korea Selatan, negara-negara yang masuk 10 besar eksportir semikonduktor, menjadi investor asing utama di Indonesia.
"Bahkan China proporsi peningkatannya mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir," katanya. Taiwan, salah satu eksportir semikonduktor terbesar di dunia, pun sedang giat mendorong investasi di Indonesia.
Momentum investasi
Karenanya, Yusuf berharap, momentum tersebut mendorong pemerintah dalam meningkatkan investasi di bidang semikonduktor. Apalagi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam paparan sebelumnya menyebutkan, ada beberapa investasi yang mangkrak dan harus dilanjutkan. "Bisa jadi investasi semikonduktor ini menjadi salah satu di antaranya."
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah. "Pertama, tentu memperbaiki iklim investasi di dalam negeri dan juga mempersiapkan insentif investasi yang menarik. Hal lain yang tidak kalah penting mempersiapkan SDM (sumber daya manusia) yang memang cakap dalam merangkai semikonduktor nanti," paparnya.
Dia menekankan pentingnya memperbaiki faktor-faktor internal yang menghambat penanaman modal, seperti birokrasi, kemudahan berinvestasi, hingga korupsi lantaran turut menjadi penyebab utama mahalnya ongkos investasi di dalam negeri selama ini.
Yusuf mengingatkan, cerah atau tidaknya investasi semikonduktor ke depannya tergantung dari persiapan yang akan dilakukan pemerintah. Misalnya, dalam mempersiapkan SDM, iklim investasi yang layak, menjaga prospek ekonomi, serta meningkatkan dana riset.
"Karena tentu pengembangan semikonduktor untuk menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi diperlukan biaya," terangnya. "Belajar dari pengalaman negara yang sukses mendorong investasi di sektor semikonduktor seperti China dan Korea, misalnya, anggaran riset terhadap PDB mereka relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain."