Tanaman porang sebagai komoditas memiliki potensi yang sangat tinggi. Hal ini mendorong Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk fokus melakukan pengembangan industri pengolahan porang. Oleh karena itu, diperlukan juga kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah porang di dalam negeri dengan memanfaatkan teknologi. Hal ini juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo.
“Produk olahan porang punya pasar ekspor yang menjanjikan, seperti tepung glukomanan, beras porang, dan lain sebagainya. Apalagi harga porang di pasaran ekspor saat ini terus meningkat,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dikutip dari keterangan resminya, Kamis (15/12).
Putu menjelaskan, sejauh ini sisi produksi porang sudah cukup meningkat yang seiring dengan investasi di sektor porang juga mulai bertambah. Sehingga ia menegaskan industri porang di dalam negeri semakin tumbuh dan kemampuan produksinya juga progresif, bahkan ada yang berhasil mengolahnya hingga menjadi tepung glukomanan.
Terkait persiapan industri porang oleh Kemenperin, Putu mengklaim pihaknya telah mencanangkan beberapa target hilirisasi komoditas porang, khususnya di tahun 2021 sampai 2027. Pada target pendek, Kemenperin akan menjaga pasar ekspor chip porang dan mulai mengembangkan produk tepung glukomanan, serta mengupayakan injeksi teknologi pengolahan porang.
Kemudian untuk jangka menengah akan diupayakan penguasaan teknologi dan substitusi impor produk tepung, serta mengembangkan industri pengguna tepung glukomanan potensial.
“Untuk jangka panjang, Kemenperin akan mengimplementasikan hasil penelitian dan pengembangan sektor industri potensial berbahan baku atau bahan penolong tepung glukomanan,” imbuh Putu.
Target hilirisasi juga direncanakan akan dimasukkan ke berbagai strategi dan perencanaan aksi, sehingga diharapkan isu kuantitas dan kualitas pasokan tepung glukomanan di dalam negeri bisa segera terpenuhi dengan spesifikasi yang sesuai kebutuhan pasar.
“Akan dilakukan juga diversifikasi pengolahan porang untuk pemanfaatan sektor manufaktur lainnya seperti kertas rokok,kertas arsip, kertas berharga, dan kertas semen. Proses diversifikasi ini perlu pendampingan dari berbagai pihak. Selain itu kami juga telah melakukan riset untuk pengolahan porang menjadi lem, cat, dan pencampur pupuk,” sambungnya.
Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin, Emil Satria menyampaikan bahwa pengembangan produk baru berbahan baku porang perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, seperti antara perguruan tinggi dengan industri.
“Kami juga terus mendorong kegiatan business matching, misalnya untuk pengembangan produk pangan fungsional. Jadi, dipertemukan antara industri pengguna potensialnya seperti industri roti, es krim, dan cokelat, dengan industri tepung glukomanan dalam pemanfaatan tepung glukomanan untuk peningkatan kualitas pada produknya,” papar Emil.
Upaya tersebut juga perlu dilakukan dengan kegiatan litbang dan difasilitasi melalui pemberian insentif fiskal.
“Pemerintah telah memfasilitasi kegiatan riset industri dengan pemberian fasilitas insentif super tax deduction,” tandasnya.
Pada tahun 2020, produksi umbi porang di Indonesia mencapai 142.000 ton dari luas lahan sebesar 19.950 hektare (Ha), dan ditargetkan pada tahun 2024 produksi umbi porang akan mencapai 600.000 ton dari luas lahan sebesar 100.000 Ha. Saat ini, terdapat 13 perusahaan yang menghasilkan chip porang dengan total produksi 22.833 ton per tahun, dan 6 industri pengolah porang yang mampu memproduksi tepung glukomanan dengan total produksi 1.180 ton per tahun.