Setelah disahkannya rencana perdamaian PT Garuda Indonesia oleh Majelis Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (17/6), Garuda mulai mengejar pemulihan kinerja dengan merestrukturisasi bisnisnya secara terukur.
Skema restrukturisasi dibagi berdasarkan kelompok kreditur, yakni utang prioritas akan dilunasi secara bertahap menggunakan kas operasional perusahaan, obligasi wajib konversi oleh Sarana Multi Infrastruktur (SMI) akan dikonversi menjadi ekuitas, dan finance lease dengan Export Development Canada (EDC) akan diselesaikan melalui penjualan atau pengalihan asset pembiayaan. Apabila ada sisa hutang, maka akan diselesaikan dengan skema ekuitas baru dan new coupon debt.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menambahkan, utang dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Himbara, dan bank swasta akan dimodifikasi menjadi long term loan (LTL). Sedangkan utang BUMN akan menjadi long term payables (LTP) dan KIK EBA menjadi payment schedule yang diperpanjang.
“Untuk sukuk, lessors, MRO dan vendor yang nilainya lebih dari Rp255 juta akan dibayarkan dengan ekuitas baru dan penerbitan kupon surat utang baru atau tagihan utang. Sedangkan vendor yang besaran utangnya di bawah Rp255 juta akan dilunasi bertahap dengan arus kas perseroan,” jelas Kartika dalam konferensi pers proses PKPU dan Outlook Garuda Indonesia yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (28/6).
Kartika kembali menjelaskan, terkait key restructuring terms Kontrak Sewa Pesawat, ke depannya akan menggunakan sistem power by the hour (PBH) yakni biaya sewa akan dibayar berdasar durasi terbang pesawat yang digunakan. Pada lease rates akan mengalami penurunan di narrow-body sebesar 31% dan wide-body turun sebesar 55%. Sedangkan total fleet dari 210 per tahun 2020 turun menjadi 120 pesawat di 2022, yang terdiri dari 94 jenis narrow dan 26 jenis wide.
Setelah melakukan restrukturisasi, Garuda Indonesia berencana terus melakukan transformasi bisnis, di antaranya optimalisasi rute dengan berfokus pada rute domestik dan optimalisasi pendapatan kargo serta ancillary.
“Kita akan mereduksi rute penerbangan internasional, jadi lebih selektif lagi. 80% hingga 90% untuk rute domestik sesuai arahan Menteri BUMN, Pak Erick Thohir. Kita akan memenuhi janji untuk menjadi perusahaan maskapai profitable,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.
Berkaitan dengan ancillary bussines, Kartika menyampaikan, akan ada digitalisasi ekosistem pada Garuda yang terintegrasi dengan holding pariwisata Aviata. Sehingga ekosistem pariwisata Indonesia bersama Aviata dan Garuda bisa sama-sama pulih dan membangkitkan minat serta memudahkan masyarakat untuk bertranspotrasi udara.