Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri, mengungkapkan adanya tren peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Maret 2022 hingga akhir September. Meski meningkat, ia memastikan kenaikannya tidak signifikan.
"Memang sejak Maret 2022 hingga akhir September ada peningkatan tren PHK, tetapi tidak terlalu signifikan," kata Indah saat Konferensi Pers Capaian Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III, Senin (7/11).
Tren PHK diketahui terjadi karena industri padat karya yang bertujuan ekspor terutama ke kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS), mulai mengurangi produksinya seiring dengan penurunan permintaan di pasar ekspor. Industri yang mengalami penurunan permintaan tersebut menurut Indah antara lain terjadi di industri padat karya tekstil dan alas kaki di Jawa Barat. Hingga saat ini Indah mengaku pihaknya masih melakukan validasi data terkait jumlah pekerja yang di PHK agar tidak terjadi pemberitaan yang simpang siur.
"Berkaitan dengan pemberitaan soal PHK yang meningkat massal pada industri padat karya, dapat kami sampaikan bahwa dalam rapat koordinasi kedua hasil koordinasi kami dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan beberapa kementerian lainnya untuk benar-benar memastikan data yang valid," ujarnya.
Data tersebut kata Indah berasal dari asosiasi industri, baik tekstil, alas kaki, hingga garmen.
"Yang akan kami pastikan nanti data benar-benar valid, dan kami hitung seberapa besar potensinya terhadap PHK. Seberapa besar penurunan setiap persennya berakibat pada potensi PHK," lanjutnya.
Selain itu, Indah mengklaim pihaknya juga sejak sebulan lalu telah melakukan koordinasi dengan kepala dinas tenaga kerja di beberapa wilayah untuk mencegah aksi PHK. Hal ini terbukti dari sebanyak 40.000 lebih pekerja buruh wanita di suatu pabrik tekstil di Jawa Barat tidak jadi di PHK.
Menurut Indah, beberapa upaya yang telah dilakukan dinas tenaga kerja dan mediator antara perusahaan dan buruh yaitu, melakukan dialog dan pembinaan dengan pihak manajemen dan serikat pekerja.
"Dialog tersebut membahas upaya misalnya mengurangi fasilotas pekerja terutama untuk jabatan tingkat manager dan direktur, menghapus bonus yang bekum keluar tahun ini dan disarankan untuk tidak ada bonus, mengurangi shift pembagian waktu kerja yang berdampak pada biaya listrik dan air, membatasi atau menghapus kerja lembur, " tuturnya.
Selain itu juga manajemen perusahaan diimbau untuk mengurangi jam kerja, hari kerja, bahkan meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergantian atau sementara waktu saja. Kesepakatan ini tentunya harus sesuai dengan dasar-dasar serikat pekerja dan manajemen perusahaan. Sehingga tidak diputuskan oleh hanya satu pihak.
"Kemudian juga bisa diupayakan dengan tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya. Bisa juga dilakukan upaya dengan memberikan pensiun bagi para pekerja yang sudah memenuhi syarat sebagaimana sudah tertuang dalam peraturan perusahan dan perjanjian kerja bersama (PKB)," tandasnya.
Dengan demikian, Indah menilai PHK bisa dicegah asal kedua belah pihak antara manajemen perusahaan dan serikat pekerja benar-benar mencapai kesepakatan.