Sanksi yang dijatuhkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) membuat saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ambrol.
Dikutip dari Bloomberg, saham emiten berkode GIAA itu ditutup ambrol 7,58% sebesar 30 poin ke level Rp366 per lembar pada Jumat (28/6). Padahal, saham GIAA sempat menguat 1,01% saat pembukaan perdagangan ke level Rp400 per lembar.
Tekanan terjadi setelah Kementerian Keuangan dan OJK mengumumkan keputusan hasil audit laporan keuangan maskapai penerbangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu. OJK dan BEI juga menjatuhkan sanksi atas pelanggaran itu.
Direktur Riset & Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, sebelum mendengar keputusan tersebut, saham Garuda memang sudah terkoreksi. Sanksi dari dua regulator tersebut juga menurut Nico menjadi pukulan yang sangat kuat bagi Garuda.
"Kenapa demikian? Di tengah-tengah sahamnya membaik harus menghadapi kasus yang seperti ini," kata Nico ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (28/6).
Nico menyayangkan Garuda yang merupakan salah satu BUMN bisa melakukan kesalahan yang menurutnya tak dilakukan perusahaan sekaliber Garuda.
"Dari awal cukup banyak pelaku pasar yang heran laporan keuangannya untung, mereka gembira. Tapi begitu ada usut, mereka langsung berpikir bahwa ini bahaya. Maka ketika pengusutan ini terjadi, sahamnya goyang," ujar Nico.
Nico pun melihat dalam jangka pendek saham Garuda akan mengalami tekanan yang cukup hebat. Akan tetapi, kondisi itu akan menjadi bekal untuk jangka menengah panjang bagi perseroan selama manajamen berbenah.
Nico menyarankan agar investor saham GIAA wait and see. Namun, jika investor optimistis kinerja GIAA membaik, maka akan menjadi katalis postif.
"Tapi tidak dalam jangka pendek, karena sejak kasus ini diusut hingga saat ini saham Garuda sudah dalam posisi down trend," tutur Nico.
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gde Nyoman Yetna Setia mengatakan dengan diputuskannya permintaan untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahunan Garuda per 31 Desember 2018 dan interim per 31 Maret 2019, hal tersebut akan memperjelas tindakan yang wajib dilakukan oleh manajemen perseroan.
"Dengan begitu, manajemen bisa memastikan laporan keuangan perseroan disajikan secara andal dan sesuai dengan peraturan terkait dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku," kata Nyoman dalam keterangan tertulis.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, lanjut Nyoman, BEI berpendapat belum perlu melakukan suspensi perdagangan saham Garuda pada saat ini.
"Selanjutnya, Bursa akan senantiasa memantau pergerakan harga saham dan keterbukaan informasi perseroan, serta melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku," tutup Nyoman.
Tercatat, kapitalisasi pasar saham GIAA mencapai Rp9,47 triliun. Imbal hasil saham GIAA mencapai 51,24% dalam setahun terakhir.